Jumat, 15 Juli 2016

Walfare State dalam Hukum Administrasi Negara

Berbicara mengenai walfare state dalam sistemnya yang berkembang di Indonesia biasanya lebih sering bernuansa negatif ketimbang positif. Misalnya, sering kita dengar bahwa sistem kesejahteraan negara adalah pendekatan yang boros, tidak kompatibel dengan pembangunan ekonomi, dan menimbulkan ketergantungan pada penerimanya. Akibatnya, tidak sedikit yang beranggapan bahwa sistem ini telah menemui ajalnya, alias sudah tidak dipraktekan lagi di negara manapun. Meskipun anggapan ini jarang disertai argumen dan riset yang memadai.  Pengertian Walfare State atau negara kesejahteraan adalah negara yang pemerintahannya menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat.
 Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya harus didasarkan pada lima pilar kenegaraan yaitu : Demokrasi, Penegakan Hukum, Perlindungan Hak Asasi Manusia, Keadilan Sosial dan Anti Diskriminasi. 
Konsepsi dan praktek legal state atau negara hukum yang lama ternyata telah menimbulkan kepincangan sosial. Liberalisme dan individualisme yang dijadikan dasarnya ternyata telah hanya menguntungkan kaum borjuis atau mereka yang kuat secara ekonomis, sedangkan mereka yang secara ekonomis lemah (golongan miskin) selalu menjadi golongan yang dirugikan karena dalam memperjuangkan keinginan-keinginan mereka tidak mempunyai fasilitas, sehingga selalu kalah dalam persaingan bebas itu. Dengan kekayaannya golongan borjuis berhasil melakukan propaganda dan kampanye untuk mendudukan wakil-wakilnya di parlemen dalam porsi yang besar. Dan parlemen inilah yang membuat aturan-aturan untuk menjadi hukum negara yang baru dilaksanakan oleh pemerintah, maka masuk akal jika aturan-aturan yang keluar dari parlemen itu selalu menguntungkan kaum borjuis. Karena kenyataannya itulah pada paroh kedua adab XIX di Eropa Barat lahir soal sosial yaitu tuntutan untuk menghentikan ketimpangan soal dengan ekonomi liberal itu. Konsep negara hukum yang lama diganti dengan konsep baru yang lebih dinamis yakni walfare state (negara kesejahteraan) atau negara hukum materiil. Di dalam negara modern “Walfare State” ini tugas pemerintah bukan lagi sebagai penjaga malam dan tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat sehingga kesejahteraan bagi semua orang tetap terjamin. Dengan demikian pemeritah harus memberikan perlindungan bagi warganya bukan hanya dalam bidang politik tetapi juga dalam bidang sosial ekonomi sehingga kesewenang-wenangan dari golongan kaya harus dicegah oleh pemerintah.  Oleh sebab itu, tugas pemerintah diperluas dengan maksud untuk menjamin kepentingan umum sehingga lapangan tugasnya mencakup berbagai aspek yang semula menjadi urusan masyarakat seperti masalah kesehatan rakyat, pendidikan, perumahan, distribusi tanah dan sebagainya. Jadi di dalam walfare state, pemerintah itu diserahi suatu penyelenggaraan kesejahteraan umum. Para tokoh seperti JM.Keyness pencetus teori walfare state, Prof.Mr.R.Kranenburg, menyatakan bahwa negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang, bukan mensejahterakan golongan tertentu tetapi seluruh rakyat. Maka akan sangat ceroboh jika pembangunan ekonomi dinafikan, kemudian pertumbuhan ekonomi hanya dipandang dan dikonsentrasikan pada angka presentase belaka. Kesejahteraan rakyat adalah indikator yang sesungguhnya. Kesejahteraan negara ditujukan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduk orang tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya untuk mengintegrasikan sistem dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan warga negara secara adil dan berkelanjutan.
 Untuk dapat memperjelas apakah suatu negara dapat tergolong sebagai Walfare State atau bukan, dapat diamati melalui beberapa karakter umum tertentu. Pertama, lebih dari setengah pengeluaran negara tersebut ditujukan untuk kebijkaan sosial atau tanggung jawab untuk penyediaan kesejahteraan yang komprehensif dan universal bagi warganya. Kedua, ada komitmen jangka panjang yang dibuat dimana memiliki seperangkat program pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan untuk menghadapi kemungkinan yang akan dihadapi dalam modernitas, mampu mengkombinasikan tenaga dari berbagai pihak untuk menyediakan perlindungan kesejahteraan bagi masyarakat.
 Kalau dilihat dari sudut ketentuan perundang-undnagan, khususnya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, walaupun masih ada beberapa catatan yang perlu diperbaiki, Indonesia dapat dikategorikan sebagai menganut sistem negara kesejahteraan. Tetapi dalam hal negara kesejahteraan, yang terpenting bukanlah bagaimana bunyi UUD negara yang bersangkutan. Selain ketentuan perundang-undangan, sebetulnya yang terpenting adalah bagaimana praktek kenegaraan negara yang bersangkutan, karena negara kesejahteraan bukan sekedar konsep kenegaraan, tetapi lebih merupakan prinsip yang harus diterapkan dalam praktek kenegaraan. Celakanya praktek kenegaraan kita hingga saat ini sama sekali tidak mencerminkan prinsip negara kesejahteraan. Berbagai ketentuan di dalam UUD sama sekali tidak pernah dilaksanakan. Kita masih menyaksikan banyaknya tunawisma yang erkeliaran di jalan-jalan tanpa ada bantuan dalam bentuk apapun dari negara, walaupun pasal 34 UUD menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dielihara oleh negara. Maka ini menjadi PR besar bagi pemerintah untuk dapat menyediakan jaminan sosial bagi masarakat kurang mampu, sehingga memungkinkan setiap orang dapat hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat yang memungkinkan setiap orang mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Dengan menyertai perumusan mengenai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah atau pihak lain yang dipandang berkewajiban mewujudkannya, maka rakyat dapat melakukan tuntutannya jika kewajiban tidak dilaksanakan. Tetapi dalam perumusan yang dituangkan dalam kalimat positif semata-mata, rakyat tidak dapat menuntut pelaksanaan dan perlindungannya dari pemerintah. Dengan perumusan yang tidak jelas tersebut, nampaknya perumus amandemen UUD RI masih setengah hati untuk mewujudkan hak-hak ekonomi rakyat dalam rangka menjamin kesejahteraan hidup bagi seluruh rakyat. Bahkan, bukan hanya pasal-pasal yang bersangkutan dengan jaminan kesehatan manusia saja, tetapi semua rumusan hak asazi manusia yang dituangkan di dalam kalimat positif tanpa tambahan ketentuan yang dikenal kewajiban, sehingga berbagai hak tersebut menjadi mengambang. Nampaknya penyusun rumusan amandemen UUD RI masih belum spenuhnya ingin melindungi hak asasi manusia dan tidak sepenuh hati di dalam menganut prinsip negara kesejahteraan. Karena itu, Indonesia layak disebut sebagai negara kesejahteraan seolah-olah. 





DATA PRIBADI


_







Nama : Ajeng Sri Utami 
Nim : 1148010024
TTL : Sukabumi, 7 Mei 1996
Pendidikan : Mahasiswi Administrasi  Negara Fakultas Ilmu Sosial  dan Ilmu Politik Universitas  Islam Negeri Sunan Gunung  Djati Bandung. 
Referensi : 
Budiarjo,Miriam,1977.Dasar-dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta.
Budiarjo,Miriam,1982.Masalah Kenegaraan,Gramedia:Jakarta.
Marbun dan Marfud, 2006. Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty Yogyakarta.
Wiratno, 2009. Pengantar Hukum Administrasi Negara, Universitas Trisakti,Jakarta,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar