Jumat, 22 Juli 2016

AUXILIARY VERB

                                    CHAPTER I  INTRODUCTION

1.1 Background

This background requires some knowledge of the use of modal auxiliary verbs in other Germanic languages, and the recognation that almost all of the grammar of English is Germanic (with a little French adopted) - though much simplified in many cases, and I think that this is a good thing, a good feature of English. However, trying the understand these English modal auxiliary verbs, in a complete vacuum, with no knowledge of how they work in those other languages, is practically a hopeless endeavor. For example, there has been some argument about "must" vs. "have to". If one knows about the German modal auxiliary verb "muessen" and how it works, then it is immediately clear that "must" and "have to" mean the same thing. Likewise, there has been some argument about "can" vs. "to be able to". In German, there is the modal auxiliary "koennen" that covers both of these meanings, and all becomes crystal clear. It is also necessary to understand which of the verbs in English are in the subjunctive mood - which is a real problem, since of the two forms of the subjunctive mood in Germanic languages, one of them is weak in English, and the other one is just a vestage of what it used to be. Thus, so many people do not understand that the verb "may" has a modal auxiliary use, and it also has a vestigal subjunctive mood use. In English, the primary use of it is as a modal auxiliary, but the other one ought to be at least be mentioned. The sentence, "May I sleep soundly tonight and wake up feeling well tomorrow," has "may" used as a subjunctive verb, and not as a modal auxiliary.
1.2 Problem Formulation

1. What is the purpose of the auxiliary verb?
2. What kinds of auxiliary verb?
3. How to use the auxiliary verb capital?




CHAPTER II DISCUSSION

2.1 Pengertian Auxiliary Verb
Auxiliary verb adalah kata kerja bantu yang digunakan bersama kata kerja (verb) untuk membantu mengekspresikan arti.Auxiliary verb ini pasti akan ditemui baik dalam bacaan ataupun tulisan. Fungsinya adalah untuk memberikan saran kepada orang lain.

2.2 Macam-macam Auxiliary Verb
1. To be: is,am are,was,were,being,been.

2. does,do,did,done.

3.Have,has had

4.Modal auxiliariy:

a. Can/could              (dapat)
b. May/might             (mungkin)
c. Will/would             (akan)
d. Must/had to           (harus)
e. Shall/should           (akan,seharusnya)
f. Ought to                (seharusnya)

5.Used  to (biasa),need(harus),dare(berani).


2.3 Penggunaan Auxiliary Verb
1. penggunaan To Be

RUMUS  : S+TO BE + ADJECTIVE

a. sebagai lingking verb.

Lingking verb adalah kata kerja bantu yang menghubungkan antara subjek dan predikat.Adapun macam-macam lingking verb adalah is,am,are,was,were,being,been.

Contoh
· I am sick.(saya sakit)
· She was hare yesterday.(dia kemarin disini.)
· They are very diligent.(mereka sangat rajin.)
· She has been here since 3 months abo.(dia berada disini sejak 3 bulan lalu.)
· We are very well(kami baik-baik saja)
b. Menerangkan bentuk waktu.

Contoh :
· I am stuma dying English.(saya sedang belajar bahasa inggris sekarang.)
· I have been discussing about his problem for 2 hours.(saya telah sedang mendiskusikan   masalah nya selama dua jam.
c. Membentuk kalimat fasif.

Contoh :

· My book is  borrowed by may friend.(buku saya dipinjam oleh teman saya)

2.penggunaan :Do,Does,Did,dan Done

a. digunakan untuk membentuk kalimat negatif.

Contoh:

· Dia tidak berbahasa inggris setiap hari
(+)she speak English every day.
(- ) she does  not speak english every day.

b. Digunakan untuk membuat kalimat Tanya dan jawabannya.

Contohnya :

Do you always read ﺁ book every day? Yes I do.
· (apakah kamu selalu membaca buku setiap hari? Ya, saya selalu membaca sebuah buku setiap hari)
c. Sebagai kata kerja,yang artinya “mengerjakan”

Contoh :

· I did  it yester day. ( saya mengerjakannya kemarin)

3.Penggunaan  Has, Have,dan Had

a. berfungsi sebagai kata kerja bantu dalam tenses

· I Have just received  a letter from my frend
(saya baru saja menerima sepucuk surat dari teman saya)

b. Ber fungsi sebagai kata kerja yang artinya mempunyai

Contoh:

· I Have two books thet  I bougth from bookstore yesterday ( saya mempunyai dua buku yang saya beli dari took buku kemarin)

4. penggunaan modal auxiliary

1.penggunaan Can
a. Menyatakan kemampuan

contoh :
· She can run quickly. (dia dapat berlari dengan cepat)
· We can speak English well.(kita dapat berbicara bahasa inggris dengan baik.)

b.permintaan ijin

Contoh :
Can I know your address,please?(dapatkah saya mengetahui alamatmu?)

2.penggunaan Could
a.bentuk lampau dari can

Contoh:
· I could not go  to school two days ago, because I was sick. (saya tidak dapat pergi sekolah dua hari lalu,karna saya sakit)

b. izin yang sangat sopan.

Contoh:
· Could you help me ,please?(dapatkah kamu menolong saya?)

c. menyatakan kemungkinan yang kurang 50 persen

Contoh:

· He could be at home.(Dia mungkin ada dirumah)

3. penggunaan May
a.permintaan yang sopan

Contoh:
· May I borrow your pen,pliss? (boleh kah saya pinjam pena mu)

b.menyatakan kemungkinan yang berkurang dari 50 persen dari kepastiannya.
· She may be at home.(dia mungkin ada di rumah)

c.menyatakan pengharapan.
· May God blees you.(semoga tuhan memberkatimu)

4. penggunaan might
a.permintaan yang sopan
· Might I speak English,please?(bolehkah saya berbicara bahasa inggris)

b.menyatakan kemungkinan yang kurang dari 50 persen dari kepastiannya.might adalah bentuk lampau dari may,namun demikian might dapat di gunakan untuk waktu sekarang dan akan datang.

Contoh:
· Hi might be at library yesterday.(dia mungkin ada di perpustakaan kemarin)

5.penggunaan Will
a. menyatakan pekerjaan yang akan dilakukan.
· I Will  stady hard.(saya akan belajar keras)

b.permintaan yang sopan
· Will you come here tomorrow,please?(akankah kamu datang kesini besok?)

6.penggunaan Would
a. bentuk lampau dari Will
· Hi Would go  to the theatre when I met him yesterday.(dia akan pergi ke bioskop ketika saya bertemu dengannya kemarin.)

b.permintaan yang sopan.
· Would you come here tomorrow,please?(akankah kamau datang kesini besok?)

c.jika digabung dengan like menunjukkan arti keinginan
· I Would  like to go with you.(saya ingin pergi dengamu)

7.penggunaan must
a.keinginan yang kuat.must bias diganti dengan have to (they,we,you,I) atau has to (he,she,it).
· You must(have  to) study hard  to face the exam!(kamu harus belajar keras belajar keras untuk menghadap ujian!)

b.larangan
· You must not speak loudly,because my father is sliping.(kamu dilarang berbicara keras karna ayah saya sedang tidur)

c.menyatakan kemungkinan yang kepastiannya 95 persen
· Why dos anita take a medicine?she must be sick.(mengapa anita minum obat?Dia pasti sakit)

d.Bentuk lampau must adalah had  to
· I had  to go ﻁ the hospital yesterday.(saya harus pergi kerumah sakit kemarin)

8. penggunaan shall
a.pernyataan sopan untuk memberi usulan atau tawaran.
· Shall I do this?(bolehkah saya mengerjakan ini)

b.sebagai kata bantu future untuk subjek I  dan we ,yang berarti “akan”
· I shall do the homework to night(saya akan mengerjakan pekerjaan rumah nanti malam

9.penggunaan should
a. Menyatakan nasehat
· You should read thes novel.(kamu seharusnya membaca novel)

b.bentuk lampau dari shall
· I should go to your hause before you visited myhouse.(saya seharusnya pergi kerumagmu sebelum kamu mengunjungi rumahku

10.penggnaan Ought  to
a.kata kerja bantu yang artinya “ sebaiknya” “seyogianya” “sewajarnya”  dan bahkan “seharusnya” (yang agak lunak)
· You ought to speak english.(kamu sebaiknya berbicara bahasa inggris)

b.mengatakan pekerjaan yang tidak terselesaikan/atau terpenuhi. Rumusannya ought+perfect infinitife.

5.penggunaan used to
a.menyatakan pekerjaan yang dilakukan  ber ulang-ulang dimasa lampau,sekarang tidak lagi dikerjakan
· He used  to run in the morning when he was still young(Dia bias berlari dipagi hari ketika ia muda.)
b.jika setelah used to diikuti dengan gerund,maka used to menyatakan pekerjaan yang di kerjakan berulang-ulang sampai sekarang.
· I used to writing a article every day.(saya biasa menulis sebuah artikel setiap hari.)

6.penggunaan need
a.sebagai bentuk negative dari must
· I must sleep now  a I needn’t sleep now
b.sebagai kata kerja biasa ,yang artinya perlu
· I need your help(saya perlu bantuanmu)

7.penggunaan dare
a. sebagai kata kerja bantu,yang berarti berani.
· She dare to go with you(dia berani pergi denganmu.)

8.catatan
Pola untuk kalimat positif
Modal auxiliary + be+verb3
Contoh :
She must be punished! (dia harus dihukum)
English should be practiced (bahasa inggris seharusnya di peraktekkan)

Penggunaan Modal Auxiliary
Catatan:
Dalam sebuah kalimat tidak boleh ada dua buah modal auxiliary. Kalau Anda dihadapkan dengan 2 buah modals (Dalam bahasa Indonesia, misalnya, “saya harus bisa …” maka modals yang kedua, harus diubah ke bentuk lain yang mempunyai sama arti.
Kata Kerja sesudah modal auxiliaryharus bentuk pertama.
CAN
Dipakai untuk menyatakan:
1. Kesanggupan atau kemahiran seseorang.
Contoh:
She can sing beautifully.
1 can speak English.
2. Minta izin.
Contoh:
Can I borrow your book?
Can I come to your house?
3. Kemungkinan.
Contoh:
She can be at home at noon.
He can be ill. (mungkin dia sakit).
COULD
Adalah bentuk Past Tense dari CAN dan bentuknya sama untuk semua subyek. Namun dalam penggunaannya tidak selamanya berarti past time (masa lalu).
COULD dipakai untuk menyatakan:
1 Bentuk lampau dari Can.
Contoh:
Mary could sing a song when she was young.
She could not come here yesterday because she was ill.
2. Permintaan dengan sopan.
Contoh:
Could you help me now?
Could you take that book for me?
3. Kemungkinan.
Contoh:
She could be at home now, but she usually plays volleyball.
He could be very busy at that time.
SHALL
Digunakan untuk menyatakan:
1. Artinya “akan” dalam bentuk Future Tense.
Contoh:
I shall go to London tomorrow. (Saya akan pergi ke London besok).
We shall buy a new motorcycle next week.
2. Menawarkan Bantuan.
Contoh:
Shall I open the window?
Shall I make coffee for you?
3. Janji.
Contoh:
You shall have a motorcycle.(Saya janjikan anda akan dapat mempunyai sepeda motor).
I shall meet her tomorrow.
SHOULD
Digunakan untuk menyatakan:
1. Bentuk lampau dari shall.
Contoh:
When he come to my house I should go.
I should visit to your house before you came to my house.
2. Anjuran (Artinya “sebaiknya”).
Contoh:
You are ill, you should go to the doctor soon.
She is tired, she should take a rest.
3. Keharusan
Dalam hal ini SHOULD sama artinya dengan Ought to.
Contoh:
You should (ought to) do your homework every day.
He should (ought to) study hard.
4. Dalam bentuk lampaunya berarti menunjukkan suatu kegiatan yang seharusnya dikerjakan tetapi kenyataannya tidak dikerjakan. Atau dapat juga berarti penyesalan dimasa lampau.
Contoh:
You should (ought to) have studied hard before take an exam. = Anda seharusnya belajar dengan keras sebelum mengikuti ujian. (Dalam kenyataannya Anda tidak belajar dengan keras, tetapi tetap mengikuti ujian).
John should (ought to) have gone to the dentist yesterday. (Dalam kenyataannya John tidak pergi ke dokter gigi kemarin – he did not go).
WILL
Digunakan untuk menyatakan:
1. Artinya “akan” dalam bentuk Future Ssimple Tense, dan sama dengan to be going to.
Contoh:
I will go to Jakarta next week. (=I am going to Jakarta next week).
She will come here soon.
2. Permintaan dengan sopan atau menawarkan.
Contoh:
Will you carry that bag for me?
Will you go with me?
WOULD
Digunakan untuk menyatakan:
1. Bentuk lampau dari Will yang berarti “akan”.
Contoh:
He would be punished before he escaped.
She knows that it would be pleasant in Bali.
2. Suatu permohonan/permintaan dengan sopan.
Contoh:
Would you please help me?
Would you mind closing the window?
3. Jika digabung dengan kata LIKE menunjukkan hasrat atau keinginan.
Contoh:
I would like to eat.
Would you like to go there?
4. Digabung dengan kata “rather” menunjukkan arti Lebih suka (prefer).
Contoh:
I would rather be a doctor than a president.
I would rather have stayed home than went to the movies.
MAY
Kata kerja bantu yang berarti “boleh/mungkin” yang digunakan untuk menyatakan:
1. Permohonan izin.
Contoh:
May I borrow your motorcycle? Yes, you may. (Bolehkah aku pinjam sepeda motormu?)
May I go home now? No, you may not. (Bolehkah aku pulang sekarang?)
Henry may be late. (Mungkin Henry terlambat).
2. Permohonan atau harapan.
Contoh:
May you both the happy. (Mudah-mudahan Anda berdua bahagia).
May God bless you. (Mudah-mudahan Tuhan memberkati Anda).
MIGHT
Bentuk lampau (past tense) dari MAY, namun pemakaiannya jugs dapat untuk mass kini atau mass datang.
Contoh:
Alex might be late yesterday. (Mungkin Alex terlambat kemarin).
Please take an umbrella with you, It might rain. (Bawalah payung, hari mungkin hujan).
I told him that he might go home. (Saya beritahukan kepadanya bahwa ia boleh pulang).
You might try to be more careful. (Anda mungkin mencoba untuk lebih berhati-hati.)
MUST
Kata kerja bantu yang berarti harus atau wajib, digunakan untuk menyatakan:
1. Keharusan/mesti.
Contoh:
You must go now. (Anda harus pergi sekarang!)
I must do my homework soon. (Saya harus segera mengerjakan peker aan rumahku).
She must study hard. (Dia harus belajar keras).
2. Dalam kalimat menyangkal (negatif) dan membuat jawaban dari kalimat tanya, selalu digunakan NEED NOT atau Needn’t bukan musn’t (must not).
Contoh:
Must I go now? Yes, you must atau yes, you need.( Harus Aku pergi sekarang? Ya, Anda harus ATAU ya, Anda perlu)
Must she pay it? No, she needn’t.( Harus dia membayarnya? Tidak, dia tidak perlu.)
You needn’t go now. (Anda tidak perlu pergi sekarang) bukan musn’t.
She need not come here. again. (Dia tak perlu lagi datang ke sini).
3. Must not (musn’t) menunjukkan (berarti) larangan atau tidak boleh.
Contoh:
You must not smoke in the class. (Anda dilarang merokok di dalam kelas).
Susan mustn’t go there alone. (Susan tidak boleh (dilarang) pergi ke sana sendirian).
4. Must = Have to (she/he has to) berarti harus.
Contoh:
You must (have to) read this book. (Anda harus membaca buku ini).
She must (has to) go to school today. (Dia harus ke sekolah hari ini).
They must (or have to) work hard. (Mereka harus bekerja keras).
5. Must tidak mempunyai bentuk Past Tense. Bentuk lampau yang berarti “harus/mesti” adalah HAD TO, dan bentuknya sama untuk semua obyek.
Contoh:
I had to meet my sister yesterday. (Saya kemarin harus berjumpa saudara perempuanku).
She had to leave for Jakarta last week. (Dia harus meninggalkan Jakarta pekan lalu).
OUGHT TO = SHOULD
1. Kata kerja bantu yang artinya sebaiknya atau seharusnya.
Contoh:
She ought to be here now. (Dia seharusnya ada di sini sekarang).
Ought she to come here again? (Haruskah dia datang ke sini lagi?)
She asked me what ought to be typed. (Dia bertanya kepadaku apa yang harus diketik).
2. Menyatakan tugas/pekerjaan yang tidak terselesaikan/terpenuhi atau terabaikan. Biasanya dalam bentuk Perfect Infinitives
Contoh:
The work ought to have been finished last week. (Pekerjaan itu seharusnya sudah diselesaikan pekan lalu).
You ought not (oughtn’t) to have crossed the road when the lights were red. (Anda seharusnya tidak menyeberang jalan ketika lampu berwarna merah).
You ought to have told him that the paint on that seat is wet. (Anda seharusnya sudah memberi tahu dia bahwa cat pada tempat duduk itu masih basah).
NEED
Need artinya “Perlu” dan digunakan sebagai:
1. Untuk membuat kalimat negatif dan jawaban dari pertanyaan yang memakai MUST
Contoh:
I must go now.     (Positif).
I needn’t go now. (Negatif). bukan: I mustn’t go now, karena kalimat ini berarti.: (Saya dilarang pergi sekarang).
Must I go now? No, you needn’t atau Yes, you must.
2. Sebagai kata kerja biasa yang berarti “perlu” dan mengalami perubahan bentuk.
need -  needs    (Present Tense)
needed –          (Past Tense).
Dalam hal ini, bentuk interrogative dan negative-nya dibuat dengan auxiliary verb “do/does” untuk present tense, dan dengan “did” untuk past tense, sebagaimana umumnya kata kerja biasa.
Contoh:
They need some milk.
They don’t need any milk.
Do they need any milk?
She doesn’t need much money.
Did Ali need to meet with you?
Ali didn’t need to go with you.
Ali need to go with you.
1. Mereka membutuhkan susu.
2. Mereka tidak membutuhkan susu apapun.
3. Apakah mereka membutuhkan susu apapun?
4. Dia tidak membutuhkan banyak uang.
5. Apakah Ali harus bertemu dengan Anda?
6. Ali tidak perlu pergi dengan Anda.
7. Ali harus pergi dengan Anda.
DARE
Artinya “berani” dan digunakan sebagai:
1. Kata kerja bantu
Contoh:
He dare go there alone. (Dia berani pergi sendirian ke sana)
Dare he do it? (Berani dia melakukannya?)
I dare not to climb the tree. (saya tidak berani memanjat pohon)
Catatan:
“DARE” jika berfungsi sebagai Kata Kerja Bantu tidak memakai “S” untuk orang ketiga tunggal, jadi untuk kalimat nomor I, bukan: She/He dares.
2. Kata kerja biasa
Kalau DARE berfungsi sebagai kata kerja biasa, maka pemakaiannya sama seperti kata kerja biasa lainnya, yaitu dalam kalimat tanya dan negatif menggunakan auxiliary verb. Do/Does atau Did.
Contoh:
She doesn’t dare to go there alone.
Does he dare to come here again?
I don’t dare to climb the tree.
1. Dia tidak berani pergi ke sana sendirian.
2. Apakah dia berani datang ke sini lagi?
3. Saya tidak berani memanjat pohon.
Dalam bentuk past tense, Dare mempunyai dua macam bentuk yang dapat dipakai untuk kalimat tanya atau kalimat negatif .
Contoh:
He dared not to go there alone yesterday, atau He didn’t dare (to) go three alone.
Dared he go there alone? atau Did he dare (to) go there alone?
She dared not visit me last week, atau She didn’t dare (to) visit me last week.
1. Dia tidak berani untuk pergi ke sana sendirian kemarin .Dia tidak berani (untuk) pergi tiga saja.
2. Berani dia pergi ke sana sendirian? ATAU Apakah dia berani (untuk) pergi ke sana sendirian?
3. Dia tidak berani mengunjungi saya minggu lalu Dia tidak berani (untuk) mengunjungi saya minggu lalu.



CHAPTER III CLOSING


Conclusion
auxiliary capital is helping verb verbs express some sense like ABILITY, PERMIT, THE POSSIBILITY OF LIABILITY (something which is a must). among other verbs: can, could, may, MIGHT, should, had, better, must, will, would. Auxiliary followed by a verb in the simple form. The third verb (have to, have got to, ought to) was followed by To + infinitive Modal Auxiliary Verbs (auxiliary verb capital)
Suggestions
the authors acknowledge this paper made rudimentary, for the author requires constructive criticism and constructive suggestions to the reader. in order to better.

SISTEM ADMINISTRASI NEGARA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Administrasi adalah sebuah istilah yang bersifat generik, yang mencakup semua bidang kehidupan. Karena itu, banyak sekali definisi mengenai administrasi. Sekalipun demikian, ada tiga unsur pokok dari administrasi. Tiga unsur ini pula yang merupakan pembeda apakah sesuatu kegiatan merupakan kegiatan administrasi atau tidak. Dari definisi administrasi yang ada, kita dapat mengelompokkan administrasi dalam pengertian proses, tata usaha dan pemerintahan atau adminsitrasi negara. Sebagai ilmu, administrasi mempunyai berbagai cabang, yang salah satu di antaranya adalah administrasi negara.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas pada makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
    Apa pengertian sistem dan administrasi Negara?
    Apa pengertian Negara dan bagaimana syarat sebuah Negara?
    Bagaimana sistem administrasi Negara Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memberikan pemahamana kepada pembaca tentang apa pengertian sistem dan administrasi, serta bagaimana sistem administrasi Negara Indonesia.

BAB II
   PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem dan Administrasi
“Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh” (Pamudji:1981).
“Sistem adalah suatu jaringan dari prosedur-prosedur yang berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha atau urusan” (Prajudi:1973).
Administrasi dapat didefinisikan sebagai kegiatan kelompok ti bekerjasama mencapai tujuan bersama (Herbert A. Simon: 1959).
Administrasi negara dapat dirumuskan sebagai seluruh proses baik yang dilakukan organisasi maupun perseorangan yang berkaitan dengan penerapan atau pelaksanaan hukum dan peraturan yang dikeluarkan oleh badan legislatif, eksekutif, serta peradilan.
2.2 Pengertian Negara
Negara adalah persekutuan dari keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang sebaik-baiknya (Aristoteles).
Negara adalah suatu persekutuan dari keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat (Jean Bodin).
Negara adalah organisasi kewilayahan yang bergerak dibidang kemasyarakatan dan kepentingan perseorangan dari segenap kehidupan yang multidimensional untuk pengawasan pemerintahan dengan legalitas kekuasaan tertinggi (Herman Finer).
Pasal satu dari perjanjian tersebut berbunyi: “Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki kualifikasi  sebagai berikut:
1. Populasi permanen
2. Sebuah wilayah didefinisikan
3. Suatu pemerintah, dan
4. Kemampuan untuk masuk ke dalam hubungan dengan Negara lain “.
Syarat sebuah Negara adalah :
Memiliki wilayah yang pasti
Adanya pengakuan
Adanya pemerintahan dan,
Adanya rakyat.
2.3 Sistem Administrasi Negara Indonesia
Pentingnya studi administrasi Negara dikaitkan dengan kenyataan bahwa kehidupan menjadi tak bermakna, kecuali dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat publik. Segala hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat publik telah dicakup dalam pengertian administrasi Negara, khususnya dalam mengkaji kebijaksanaan publik. Dalam proses pembangunan sebagai konsekuensi dari pandangan bahwa administrasi Negara merupakan motor penggerak pembangunan, maka administrasi Negara membantu untuk meningkatkan kemampuan administrasi. Artinya, di samping memberikan ketrampilan dalam bidang prosedur, teknik, dan mekanik, studi administrasi akan memberikan bekal ilmiah mengenai bagaimana mengorganisasikan segala energi social dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan.
Dengan demikian, determinasi kebijaksanaan. publik, baik dalam tahapan formulasi, implementasi, evaluasi, maupun terminasi, selalu dikaitkan dengan aspek produktifitas, kepraktisan, kearifan, ekonomi dan apresiasi terhadap sistem nilai yang berlaku. Peranan administrasi Negara makin dibutuhkan dalam alam globalisasi yang amat menekankan prinsip persaingan bebas. Secara politis, peranan administrasi Negara adalah memelihara stabilitas Negara, baik dalam pengertian keutuhan wilayah maupun keutuhan politik. Secara ekonomi, peranan administrasi Negara adalah menjamin adanya kemampuan ekonomi nasional untuk menghadapi dan mengatasi persaingan global.
Administrasi Negara, dilihat dari segi Analisa Sistem :
Sistem adalah merupakan kebulatan dari bagian yang saling bergantung.
Sistem terdiri dari gugus-gugus komponen yang bekerja sama untuk kepentingan tujuan sebagai suatu keseluruhan
Sistem adalah kompleks unsur-unsur yang saling berinteraksi.
( Interaksi = bahwa di antara unsur-unsur tersebut saling berhubungan )
Komponen-komponen (unsur) dalam Administrasi Negara dilihat dari Analia Sistem :
Lingkungan
Input (dari lingkungan)
Konversi (pengubahan/proses pengubahan)
Output
Feed back
1.) Lingkungan
Mencakup berbagai macam gejala (sosial, eonomi, politik, budaya, hankam)
Gejala adalah masalah/bajan yang dapat digunakan oleh pemerintah (Administrasi. Negara) di dalam membuat suatu kebijaksanaan. Gejala tersebut mungkin dapat mempercepat (membantu) atau menghambat (menghalangi) pemerintahan (Administrasi Negara) di dalam membuat suatu keputusan.
Lingkungan terdiri dari :
    Langganan (Siapa saja yang mendapatkan pelayanan barang dan jasa)
    Pasar (yang menentukan biaya dari barang dan jasa yang akan dikomunikasikan)
    Golongan kepentingan (anggota masyarakat dan pejabat pemerintah, baik yang mendukung maupun yang menolak kebijakan pemerintah)
    Badan badan lain yang menjadi konsumen daripada kebijaksanaan
2.) Input dari lingkungan
Input dapat dikatakan sebagai suatu transmisi yang dikirim dari lingkungan ke dalam proses konversi.
Input dapat berupa :
Tuntutan :
    Masyarakat menuntut barang-barang dan jasa-jasa dari negara untuk mereka konsumsikan. Contoh : pendidikan; kesehatan; rekreasi; keamanan; dll.
    Masyarakat menuntut pengaturan perilaku pihak-pihak lain. Contoh : perilaku dari alat-alat negara.
    Masyarakat dapat menuntut kebebasan kebebasan dalam rangka melakukan kegiatan-kegiata spiritual. Contoh : ibadah; merayakan hari besar agama.
Suatu tuntutan pada hakekatnya adalah analitis, tidak harus melukiskan sifat interaksi antara rakyat dengan administrator; suatu tuntutan dapat berbentuk permintaan bukti akan suatu jasa.
Sumber-sumber kekayaan :
Sumber daya manusia
Kekayaan alam/sumber daya alam
 Skill
Teknologi
Uang/keuangan
    Metode-metode Dukungan, oposisi/sifat masa bodoh :
Kewajiban membayar pajak.
Kesediaan penerimaan pengaturan perilaku yang dibuat oleh pemerintah.
Bagaimana sikap masyarakat terhadap perilaku administrator (mendukung atau menolak).
Saluran input kedalam proses konversi ini tidak saja berasal dari sektor swasta, namun juga berasal dari badan-badan pemerintah yang lain : lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembaga yudikatif. Input dapat berupa Undang-undang; instruksi-instruksi; peraturan pemerintah; penilaian kepala eksekutif; penilaian hakim; dsb

3.) Konversi
Yang berfungsi sebagai pelaku kegiatan-kegiatan administratif dalam proses ini adalah : unit-unit administratif yang dilaksanakan oleh para administrator.
Bekerja dipengaruhi oleh : input; keadaan dan susunan organisasi dari proses konversi yang bersangkutan, untuk 1. pengambilan keputusan, 2. pelaksanaan keputusan, 3. pengendalian, 4. tindakan.  Dengan melibatkan personil yang bekerja atas dasar :
Struktur organisasi yang ada,
Prosedur yang telah ditetapkan,
Keahlian, pengalaman pribadi dan kecenderungan yang dimiliki,
Cara-cara yang telah ditetapkan bagi para administrator dalam melakukan pengawasan terhadap bawahan.

4.) Outputs
Yang dihasilkan oleh administrasi negara dapat berupa :
Barang dan jasa seperti diinginkan masyarakat.
Pengaturan berbagai macam perilaku
Penyampaian informasi, dll
( Perwujudan dari tuntutan-tuntutan atau keinginan-keingainan; baik masyarakat, maupun cabang pemerintahan yang lain )

5.) Feed back
    Mengambarkan pengaruh dari outputs terdahulu yang telah dinilai oleh konsumen (cocok/kurang cocok/tidak cocok)
    Dengan harapan untuk dijadikan inputs baru dalam konversi berikutnya.
    Untuk menghasilkan output baru yang lebih sesuai.
Mekanisme umpan balik ini merupakan bukti berkelanjutannya interaksi antara para administrator dengan sumber-sumber masukan dan konsumen/pemakai output mereka. Mekanisme ini juga menunjukkan bahwa proses selalu dinamis dan sirkuler.





BAB III
             PENUTUP

3.1 Kesimpulan
“Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisie, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh” (Pamudji:1981).
Administrasi dapat didefinisikan sebagai kegiatan kelompok ti bekerjasama mencapai tujuan bersama (Herbert A. Simon: 1959). Negara adalah suatu persekutuan dari keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat (Jean Bodin).
Administrasi negara adalah suatu studi mengenai bagaimana bermacam-macam badan pemerintah diorganisir, diperlengkapi dengan tenaga-tenaganya, dibiayai, digerakkan, dan dipimpin.

3.2 Saran
Pentingnya studi administrasi Negara dikaitkan dengan kenyataan bahwa kehidupan menjadi tak bermakna, kecuali dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat publik. Maka dari itu perlu kita memahami bagaimana untuk menjalankan administrasi Negara dengan baik.




DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/9772676/Pengantar-Ilmu-Administrasi-Negara, diakses tanggal 20 mei 2014. Pukul 21.05.
http://new.goodreads.com/book/show/4575584.Sankri_Sistem_Administrasi_Negara_Kesatuan_Republik_Indonesia. diakses tanggal 20 mei 2014. Pukul 21.05.
http://jhansem.wordpress.com/2009/03/10/sistem-administrasi-negara-indonesia/



ADMINISTRASI PERADILAN AGAMA





ADMINISTRASI PERADILAN AGAMA
RESUME
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Administrasi
Dosen : Ii Sumantri, S.Ag, SIP, M,Ag, M.Si
Disusun oleh : Ajeng Sri Utami
Jurusan Administrasi Negara/1A

_










FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
 SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2014





_BAB 1
_PENDAHULUAN

Administrasi Peradilan

Pengertian
Kata administrasi terdiri dari dua unsur kata, administrasi dan peradilan.
Kata “administrasi” berasal dari bahasa latin “ad” yang berarti “intensif”, dan kata “ministrare” yang berarti : melayani, membantu,memenuhi. Jadi kata “administrasi” dalam arti bahasa berarti “melayani dan membantu secara intensif”.

Administrasi adalah suatu proses penyelenggaraan oleh seorang administrator secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan pokok yang telah ditetapkan semula.

Istilah peradilan dan pengadilan memiliki makna dan pengertian yang berbeda , perbedaannya adalah :
Peradilan dalam istilah Inggris disebut judiciary dan dalam bahasa Belanda disebut rechtspraak yang maksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan keadilan,
Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court dan dalam bahasa Belanda disebut rechtbank yang maksudnya adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.


Kata Pengadilan dan Peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni “adil” yang memiliki pengertian:
Proses mengadili;
Upaya untuk mencari keadilan;
Penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan;
Berdasar hukum yang berlaku.

Administrasi peradilan yang dimaksud adalah segala kegiatan perkantoran melaksanakan tugas negara dalam menegakkan hukum dan keadilan dengan cara menerima,memeriksa,mengadili,memutus dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.
Dalam kegiatan itu perlu di pahami hukum acara yang berlaku dan petunjuk teknis administratif demi tercapainya asas peradilan yang sederhana,cepat dan biaya ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dan badan peradila yang berada di dalam keempat lingkungan peradilan, yaitu lingkungan peradilan umum, agama, militer, dan tata usaha negara.
Peradilan umum berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peradilan militer berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Peradilan tata usaha negara berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Untuk memahami sistem peradilan agama, perlu mengenal asas-asas hukum acara perdata yang berlaku pada peradilan agama. Asas hukum acara perdata adalah pangkal tolak yang harus diterapkan oleh pengadilan, atau pandangan pengadilan atau hakim dalam setiap menerima, memeriksa, mengadili, dan memutus perkara para pihak di pengadilan.
Asas-asas tersebut, diantaranya :
 Asas Personalitas Keislaman
Maksudnya pengadilan di lingkungan Badan Peradilan Agama, hanya untuk melayani penyelesaian perkara di bidang tertentu sebagaimana yang tertuang dalam pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peubahan, UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yakni menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sedekah dan ekonomi syariah dari orang-orang yang beragama islam.

Asas Kebebasan
Asas ini terdapat pada pasal 3 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni :
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan;
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipidana sesuai dengan ketentun peraturan perundang-undangan.  

Asas tidak menolak perkara hukumnya tidak jelas atau tidak ada
Asas ini terdapat pada pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni:
Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.;
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.

  Asas hakim wajib mendamaikan
Penyelesaian suatu perselisihan yang terbaik adalah dengan cara perdamaian. Untuk itu, hakim wajib berusaha mendamaikan kedua belah pihak terlebih dahulu. Apabila hal ini belum dilakukan oleh hakim, bisa berakibat bahwa putusan yang dijatuhkan batal demi hukum.
Dalam hal usaha perdamaian berhasil, maka dibuatkan akta perdamaian (akta van dading), dimana kedua belah pihak harus di hukum untuk mentaati dan melaksanakan isi perdamaian itu.
Dalam hal perceraian, jika hakim berhasil mendamaikan kedua belah pihak maka tidak dibuatkan akta perdamaian, melainkan perkara di cabut oleh pihak Penggugat/Pemohon dan hakim mengeluarkan penetapan yang isinya tentang pernyataan pencabutan dan Penggugat/Pemohon dihukum membayar biaya perkara.

Asas sederhana, cepat dan biaya ringan
Asas ini terdapat pada pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.



Sederhana adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efisien dan efektif, dengan acara yang jelas, mudah di pahami dan tidak berbelit-belit.
Cepat, menunjuk kepada jalannya peradilan dalam pemeriksaan dimuka sidang.
Biaya ringan, biaya perkara pada pengadilan dapat dijangkau dan dipikul oleh masyarakat pencari keadilan.

 Asas mengadili menurut hukum dan persamaan hak
Asas ini terdapat pada pasal 4 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
Asas yang sama agar terhindar dari tindakan diskriminatif diantaranya:
Persamaan hak dan derajat dalam proses pemeriksaan persidangan pengadilan.
Hak perlindungan yang sama oleh hukum.
Perlakuan yang sama di bawah hukum.

Asas persidangan terbuka untuk umum
Asas ini terdapat pada pasal 13 UU No. 48 Tahun 2009
Tujuan dari asas ini adalah untuk menghindari terjadinya penyimpangan
 proses pemeriksaan, seperti proses berat sebelah, hakim bertindak sewenang-wenang. Dengan demikian, persidangan terbuka untuk umum itu diharapkan:
Dapat menjamin adanya social control atas tugas-tugas yang dilaksanakan oleh hakim sehingga hakim dapat mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair serta tidak memihak;

Untuk memberikan edukasi dan prepensi kepada masyarakat tentang suatu peristiwa;
Masyarakat dapat menilai mana yang baik dan mana yang buruk.

Asas hakim aktif memberi bantuan
Asas ini terdapat pada Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, yakni : Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Asas peradilan dilakukan dengan Hakim Majelis
Asas ini terdapat pada Pasal 11 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, tujuan bahwa sidang peradilan harus  majelis adalah untuk menjamin pemeriksaan yang objektif, guna memberi perlindungan hak-hak asasi manusia dalam sengketa di peradilan. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan dalam rapat permusyawaratan hakim,maka putusan diambil dengan voting. Sementara terdapat hakim yang berbeda pendapat atau terjadi dissenting opinion, maka pendapat tersebut tetap dilampirkan dalam putusan yang bersangkutan.
 Asas Ultra Petita Partium
Artinya hakim tidak boleh memberi putusan tentang sesuatu yang tidak di tuntut atau tidak diminta dalam petitum  atau mengabulkan lebih dari pada  yang dituntut oleh penggugat. Landasannya adalah Pasal 178 ayat (3) HIR : “ia (hakim) tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atau perkara yang tidak digugat, atau memberikan dari pada yang digugat”.
Dan Pasal 189 ayat (3) R.Bg : “Hakim dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon”.





Asas pemeriksaan dalam dua tempat
Dalam lingkungan peradilan agama, pemeriksaan tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Agama yang berada di kabupaten atau kota.  Apabila para pihak tidak puas kepada keputusan hakim tingkat pertama ini, maka dapat megajukan di tingkat kedua atau tingkat banding kepada Pengadilan Tinggi Agama yang terdapat di tingkat Provinsi.
Tujuan dari adanya asas pemeriksaan dua tingkat ini adalah untuk kepentingan koreksi terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang mungkin dianggap tidak adil bagi salah satu atau kedua belah pihak.
Asass kewenangan mengadili tidak meliputi sengketa hak milik
Pasal 50 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menentukan:
Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49.
   Asas hakim bersifat menunggu
Asas ini mengandung arti yaitu inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Peradilan agama dan peradilan perdata lainnya adalah menangani sengketa di bidang perdata , sehingga pada asasnya inisiatif untuk mengajukan perkara sepenuhnya sangat tergantung pada para pihak. Hakim lebih bersifat menunggu, berbeda dengan peradilan pidana, hakim bersifat aktif.




Asas putusan pengadilan harus memuat pertimbangan
Asas ini terdapat pada Pasal 50 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:
“Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Karena dengan adanya alasan-alasan, maka putusan mempunyai wibawa, dapat di pertanggungjawabkan dan bernilai objektif.
 Asas berperkara dengan biaya
Berperkara pada asasnya harus dengan biaya yang biaya panjarnya dibayarkan pada saat pendaftaran perkara ke pengadilan agama.
Pengecualian dari asas ini adalah bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara, dapat mengajukan perkara secara Cuma-Cuma (prodeo) dengan mendapatkan izin untuk dibebaskan dari pembayaran biaya perkara. Dengan megajukan surat keterangan tidak mampu dari kepala Desa/Lurah yang diketahui oleh Camat yang membawahi domisili yang bersangkutan.
 Asas Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Artinya, setiap kepala putusan peradilan di Indonesia harus memuat kata-kata ini, yakni dengan menyandarkan “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.  Apabila tidak mencantumkan kata-kata ini maka putusan itu tidak mempunyai kekuatan hukum sama sekali, dalam arti putusan tersebut tidak dapat dieksekusi dan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial (daya memaksa).
Asas ini terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.




 Asas nebis in idem
Bahwa terhadap suatu perkara hanya dapat diajukan ke pengadilan satu kali setelah perkara tersebut mendapatkan putusan yang telah BHT (Berkekuatan Hukum Tetap).

 Hukum Materil yang Menjadi Wewenang Absolut Peradilan Agama
Ahwal al-syakhsyiyah (Hukum Keluarga)
Bidang Hukum Perkawinan
Bidang Hukum Waris
Bidang Hukum Wasiat
Bidang Hukum Hibah
Bidang Hukum Wakaf
Biang Hukum Zakat, Infaq dan Shadaqah
Hukum Muamalah (Hukum Perdata), meliputi:
Hukum kebendaan dan perikatan meliputi: Jual Beli, Sewa menyewa, Utang piutang
Perbankan
Takaful (asuransi)
Perburuhan
Harta rampasan
Wakaf
Hibah
Zakat
Infaq
Shadaqah dan hadiah.
Hukum Jinayah (Hukum Pidana), meliputi:
Jarimah hudud (zina, qadzaf, pencurian, perampokan, minuman keras dan napza, murtad);
Jarimah Qaishash/Diyat (pembunuhan, penganiayaan);
Jarimah Ta’zir (maisir/perjudian, penipuan, pemalsuan);
Pelanggaran terhadap aqidah, ibadah dan syiar Islam.
  Amwal al-Mashrafiyah (Ekonomi Syari’ah)
Yang dimaksud dengan “Ekonomi Syariah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, meliputi:
Bank syari’ah;
Asuransi syari’ah;
Reasuransi syari’ah;
Reksa dana syari’ah
Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
Sekuritas syari’ah;
Pembiayaan syari’ah;
Pegadaian syari’ah;
Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah;
Bisnis syari’ah; dan
Lembaga keuangan mikro syari’ah.
Pola Administrasi Kepaniteraan (Pola Bindalmin)
Untuk mewujudkan peradilan yang mandiri sesuai dengan peraturan yang berlaku, penyelenggara tertib administrasi perkara merupakan bagian dari Court of Law yang mutlak harus dilaksanakan oleh semua aparat peradilan.
Pola Bindalmin (Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi) ini meliputi lima bidang , yaitu:
Pola Prosedur Penerimaan Perkara Pengadilan Agama
Pada prinsipnya, penerimaan perkara di Pengadilan Agama ditentukan dengan model unit, yang disebut Meja I, Meja II, dan Meja III. Yang masing-masing unit mempunyai tugas dan tanggungjawab sendiri tetapi berkaitan satu dengan yang lain.
Meja I (Pertama)
Pada pokoknya Meja Pertama ini bertugas untuk:
Menerima gugatan dan permohonan;
Menaksir biaya yang dituangkan dalam SKUM;
Menyerahkan surat gugat/permohonan;
Pemegang Kas (Kasir) adalah bagian dari meja pertama yang bertugas:
Menerima dan membukukan uang panjar biaya perkara yang tercantum pada SKUM ke dalam jurnal keuangan  yang bersangkutan (Nomor jurnal sama dengan Nomor perkara);
Mengeluarkan dan membukukan/mencatat uang biaya administrasi dan biaya proses perkara;
Seminggu sekali pemegang kas harus menyerahkan uang hak-hak kepaniteraan kepada bendahara penerima untuk disetorkan ke kas Negara , yang dicatat pada kolom 13 KI-PA8.
Pencatatan masuk keluarnya uang perkara dalam buku induk keuangan dilakukan oleh Panitera atau staf yang ditunjuk.
Meja II (Ke Dua)
Pada pokokya Meja ke dua ini bertugas untuk:
Mendaftar perkara yang masuk ke dalam buku register induk perkara perdata sesuai dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM/surat gugatan/permohonan. Pendaftaran perkara baru dapat dilaksanakan setelah panjar biaya perkara lunas dibayar pada pemegang kas;
Mengisi kolom-kolom buku register dengan tertib, rapi, teliti dan cermat;
Menyerahkan berkas perkara yang diterima yang telah dilengkapi formulir Penetapan Majelis Hakim (PMH) kepada Wakil Panitera untuk diteruskan kepada Ketua Pengadilan Agama (KPA);
Menyerahkan berkas perkara yang telah ditentukan majelis hakimnya kepada Ketua Majelis Hukum yang ditunjuk disertai formulir Penetapan Hari Sidang (PHS).





Meja III (Ke Tiga)
Secara garis besar bertugas:
Menyiapkan dan menyerahkan salinan putusan apabila ada permintaan dari para pihak;
Menerima dan memberikan tand terima atas: memori/kontra memori banding, memori/kontra memori kasasi, jawaban/tanggapan atas alasan PK (Peninjauan Kembali);
Menyusun/menjahit/mempersiapkan berkas (tugas pembundelan tugas);
Mengatur giliran tugas jurusita pengganti yang ditunjuk oleh panitera.
Pola Register Perkara
Pencatatan perkara yang diterima dilakukan dalam Buku Register Perkara yang terdiri dari:
Register Induk Perkara Gugatan;
Regiter Induk Perkara Permohonan;
Register Permohonan Banding;
Register Permohonan Kasasi;
Register Permohonan Peninjauan Kembali (PK);
Register Surat Kuasa Khusus;
Register Penyitaan Barang Tidak Bergerak;
Register Penyitaan Barang Bergerak;
Register Eksekusi;
Register Akta Cerai;
Register Permohonan Pembagian Harta Peninggalan di Luar Sengketa;
Register Mediasi dan Bantuan Hukum.
Pola Keuangan Perkara
Pembukuan keuangan perkara dilakukan dalam Buku Keuangan Perkara yang terdiri dari:
Jurnal Perkara Gugatan (KI-PA1/G);
Jurnal Perkara Permohonan (K1-PA1/P);
Jurnal Permohonan Banding (KI-PA2);
Jurnal Permohonan Kasasi (KI-PA3);
Jurnal Permohonan PK (KI-PA4);
Jurnal Permohonan Eksekusi (KI-PA5);
Buku Induk Keuangan Perkara (KI-PA6);
Buku Keuangan Biaya Eksekusi (KI-PA7);
Buku Penerimaan Uang HHK (KI-PA8).
Pola Pelaporan Perkara
Dituangkan dalam bentuk laporan sebagai berikut:
LI-PA1 : Laporan Keadaan Perkara;
LI-PA2 : Laporan Perkara yang dimohonkan banding;
LI-PA3 : Laporan Perkara yang dimohonkan kasasi;
LI-PA4 : Laporan Perkara yang dimohonkan peninjauan kembali;
LI-PA5 : Laporan Perkara yang dimohonkan eksekusi;
LI-PA6 : Laporan tentang kegiatan Hakim;
LI-PA7 : Laporan Keuangan Perkara;
LI-PA8 : Laporan Jenis Perkara.
 Pola Kearsipan Perkara
Dasar Hukum Kearsipan Perkara
RBg pasal 711/HIR pasl 383, yang menyatakan bahwa segala putusan harus selalu tersimpan pada arsip Pengadilan dan tidak boleh dopindahkan, terkecuali dalam keadaan dan dengan cara yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan;
Pasal 101 UU No. 7 Tahun 1989, pada pokoknya menyatakan bahwa panitera bertanggung jawab terhadap kearsipan perkara yang harus tersimpan di ruang kepaniteraan, serta tidak dapat dipindahkan kecuali atas izin Ketua PA;
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. No. KMA/004/II/1992, antara lain menyatakan bahwa kepaniteraan Pengadilan Agama mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis di bidang administrasi perkara dan administrasi peradilan lainnya berdasarkan peratuaran perundang-undangan yang berlaku.
_
BAB II
_HUKUM ACARA PERDATA

Bentuk Surat Gugatan/Permohonan
Gugatan (permohonan) menurut Sudikno Mertokusumo adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah perbuatan main hakim sendiri (eigen richting).
Sedangkan menurut Darwan Prints, gugatan adalah suatu upaya atau tindakan untuk menuntut hak atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya guna memulihkan kerugian yang di derita oleh penggugat (pemohon) melalui putusan pengadilan.

M.Yahya Harahap menjelaskan syarat-syarat formil gugatan, sebagai berikut:

Melanggar Kompetensi
Setiap surat gugatan harus teliti memperhatikan syarat kompetensi:
Kompetensi absolut berpedoman kepada pembatasan yurisdiksi badan-badan peradilan. Pembatasan yurisdiksi masing-masing badan peradilan mengacu kepada berbagai ketentuan perundang-undangan.
Contoh:
Putusan MA Nomor 613 K/Sip/1992 tanggal 5 Maret 1973:
Gugatan atas penguasaan tanpa hak harta-harta Baitul maal adalah kewenangan atau yurisdiksi lingkungan peradilan umum, bukan lingkungan peradilan agama. Sebab yang di sengketakan adalah penguasaan tanpa hak, bukan pengurusan harta olehbaitul maal.
 
Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif didasarkan atas patokan batas kewenangan mengadili berdasarkan kekuasaan daerah hukum. Ketentuan relatif ini berdasarkan Pasal 118 HIR, 142 RBg dan 99 Rv.
Error in Persona
Salah dalam subjek disebabkan, antara lain:
Diskualifikasi in Person
Penggugat bukan persona stand in judicio, karena:
belum dewasa;
bukan orang yang mempunyai hak dan kepentingan;
di bawah kuratele
bila karena kuasa yang bertindak tidak memenuhi syarat;
 tidak mendapat kuasa, baik lisan atau surat kuasa khusus;
Atau surat kuasa khusus tidak sah.
Gemis Aanhoedanig Heid
Orang ditarik sebagai Tergugat tidak tepat. Misalnya putusan MA Nomor 601 K/Sip/1975 tanggal 20 April 1977. Seorang pengurus yayasan digugat secara pribadi.
Plurium Litis Consortium
Orang yang ditarik sebagai Tergugat tidak lengkap. Sebagai contoh putusan MA Nomor 621 K/Sip/1975 tanggal 25 Mei 1977. Ternyata sebagian harta terperkara tidak lagi dikuasai oleh Tergugat, tetapi telah menjadi milik pihak ketiga,maka pihak ketiga tersebut harus ikut digugat.

Obscuur Libel
Gugatan kabur dan tidak jelas, mengakibatkan cacat formil,disebabkan , antara lain:



Posita
Ini tidak menjelasskan dasar hukum dan kejadian yang mendasari gugatan. Atau ada dasar hukumnya, tetapi tidak menjelaskan fakta kejadian atau sebaliknya. Dalil gugat demikian, tidak memenuhi asas JELAS dan TEGAS.
 
Tidak jelas objek yang disengketakan, karena:
Tidak menyebut letak lokasi;
Tidak jelas batas;
Tidak ditemukan objek sengketa;
Salah satu contoh Putusan MA Nomor 1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1971 : karena surat gugat tidak menyebut dengan jelas letak tanah sengketa, gugat tidak dapat diterima.
Penggabungan dua atau beberapa gugatanyang masing-masing berdiri sendiri:
Bisa kumulasi subjektif (digabung beberapa orang Tergugat);
Bisa kumulasi objektif (Penggugat mengajukan beberapa gugatan terhadap seorang Tergugat).

Terdapat saling bertentangan antara posita dengan petitum. Misalnya positanya menjelaskan tentang tidak adanya nafkah anak oleh suami, tetapi dituntut oleh istrinya hanya masalah harta gono-gini , tidak menuntut nafkah anak.
Petitum tidak terinci ,tetapi hanya berupa kompositur . pada prinsipnya petitum harus terinci. Bila sudah ada petitum primer terinci, boleh dibarengi dengan petitum subsidair, dalam hal ini boleh terinci dn boleh berbrntuk kompositur.
Nebis in Idem
Kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan.
Gugat Prematur
Dalam hal ini gugatan masih tertunda, karena ada faktor yang manangguhkan:
Apa yang hendak digugat belum terbuka karena syarat yang di tentukan undang-undang belum terjadi. Misalnya, gugat warisan baru terbukti apabila pewaris meninggal dunia. Selama dia hidup, tuntutan warisan tertunda.
Apa yang hendak digugat tertunda oleh faktor syarat yang dijanjikan. Misalnya utang yang belum jatuh tempo.
 Rei Judicata Decuctae
Apa yang digugat masih tergantung pemeriksaannya dalam proses peradilan:
Perkara yang digugat sudah diajukan dan belum putus;
Dan prosesnya masih berlangsung pada tingkat banding atau kasasi;
Dengan demikian apa yang digugat sekarang masih tergantung.
   Apa yang digugat telah dikesampingkan
Dalam hal ini terdapat faktor yang bisa berupa:
Apa yang digugat sudah dipenuhi;
Sudah dihapuskan sendiri oleh Penggugat;
Sudah melepaskan diri (menolak sebagai ajli waris);
Faktor lewat waktu (daluwarsa).
Bentuk Teori Gugatan
Substantie Theorie
Menurut teori substansi, penggugat (pemohon) harus mengemukakan dalam surat gugatannya (permohonan) bukan hanya peristiwa hukumnya saja, akan tetapi sekaligus mengemukakankenyataan yang menimbulkan terjadinya peristiwa-peristiwa hukum. Misal penggugat (pemohon) ingin menuntut barangnya yang dikuasai oleh tergugat, supaya dikembalikan kepadanya. Maka tidak cukup hanya dengan mengemukakan alasan bahwa barang itu (yang digugat) adalah miliknya, akan tetapi harus menyebutkan juga mengenai asal-usul barang, seperti dari warisan bukan harta bersama dan lain-lain.
Individualisering theorie
Menurut teori ini bahan-bahan kenyataan itu asal dikemukakan begitu rupa, sehingga tidak merugikan orang lain, artinya tidak perlu mengemukakan asal-usul pemilikan atas barang itu, dan teori ini dianut oleh sistem peradilan di Indonesia pada umumnya.
Macam-macam Gugatan (Vordering)
Tuntutan perorangan
Adalah tuntutan pemenuhan ikatan karena persetujuan dan karena undang-undang.
Tuntutan kebendaan
Yaitu suatu penuntutan penyerahan suatu barang sebagai objek dari pada hak benda atau pengakuan hak benda.
Tuntutan Campuran
Adalah campuran dari tuntutan perorangan dengan kebendaan, penggolongan tersebut dapat dilihat dalam dictum (bagian terakhir dari suatu putusan dan merupakan kalmat di bawah mengadili).
Pengadilan Tempat Gugatan Diajukan
Kemana gugatan/permohonan diajukan ? secara garis besar Pasal 118 HIR/142 Rbg secara lengkap mengatur hal tersebut, yakni:
Gugatan perdata dalam tingkat pertama masuk wewenang Pengadilan Negeri (Agama) , harus dengan surat gugatan, yang ditandatangani oleh Penggugat atau oleh orang yang telah dikuasakan kepada Ketua Pengadilan Negeri (Agama) yang dalam daerah hukumya terletak tempat tinggal Tergugat. Yang dimaksud dengan tempat tinggal menurut KUH Perdata adalah tempat dimana seseorang menempatkan pusat kediamannya. Hal ini dapat dilihat dari Kartu Tanda Penduduk. Apabila tidak diketahui tempat tinggalnya, gugatan diajukan pada Pengadilan Negeri (Agama) tempat kediaman Tergugat. Hal ini dapat dilihat dari rumah tempat kediamannya.
Pihak dalam Perkara
Penggugat dan Tergugat
Dalam praktek persidangan, perkataan turut tergugat dipergunakan bagi orang-orang atau pihak yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu, hanya demi lengkapnya suatu gugatan harus diikutsertakan.
Memakai perkataan “merasa”/”dirasa” oleh karena belum tentu yang bersangkutan sesungguh-sungguhnya melanggar hak penggugat.
Sebagai contoh dalam persoalan harta waris, seorang anak angkat almarhum Amen dan almarhumah Amen yang bernama Conan, menggugat pamannya, adik dari almarhum Amen yang bernama David, oleh karena pamannya ini menguasai sebidang tanah milik Ayah almarhum dan Betriks, Conan sebagai penggugat merasa bahwa David melanggar haknya, akan tetapi oleh karena Conan adalah bukan sebagai ahli waris dari pada keluarga Amen dan Betriks, dia hanya berstatus sebagai anak angkat yang tidak adanya bagian waris baginya, maka si Conan tersebut disebut dengan orang yang tidak punya hak kedudukan hukum, atas sengketa yang diperkarakan, dengan demikian Conan adalah sebagai pihak  penggugat yang tidak sah karena tindakannya sudah cacat formil terlebih dahulu dan berada dalam keadaan diskualifikasi in person dan seperti ini sesuai dengan asas tidak ada hak, tidak ada putusan (vordering), sebab hak seseorang menuntut adalah terbatas sepanjang hak yang dimilikinya.
Pemohon dan Termohon
Permohonan pemohon adalah suatu permohonan yang di dalamnya berisi suatu tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hak yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan-badan peradilan dalam mengadili suatu perkara pemohon (voluntair) bila dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.
Prosedur pengajuan perkara wali adhol adalah dilakukan sebagaimana perkara biasa, dan tahapan-tahapan tingkat pemeriksaan perkara tersebut adalah dilakukan dengan tepat, cermat, dan singkat oleh hakim yang menydangkannya, hal ini ditemukan untuk ditemukan kebenaran fakta tentang adholnya wali,.
di samping wali adhol adalah perkara poligami, meskipun nampaknya izin polgami itu menurut ketentuan perundang-undangan, merupakan perkara voluntair, tetapi dalam praktik selalu melibatkan kepentingan pihak lain, yaitu pihak istri dan calon istri. Sehingga mahkamah agung memberikan petunjuk dalam hal permohonan izin poligami tidak dapat dilakukan secara voluntair akan tetapi harus dalam bentuk gugatan yang bersifat contensius. Dengan demikian, ada kewenangan peradilan agama untuk menangani perkara-perkara voluntair sejauh yang telah ditentukan oleh undang-undang, untuk mendapatkan penetapan dari pengadilan.
Isi Gugatan/Permohonan

Identitas Para Pihak
Meliputi : nama (beserta bin/binti dan aliasnya), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tingal (jalan, nomor rumah, RT, RW, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten).bagi pihak yang tempat tinggalnya tidak diketahui hendaknya ditulis, “dahulu bertempat tinggal di.... tetapi sekarang tidak diketahui tempat tinggalnya di indonesia,dan kewarganegaraan (bila perlu).”
Fundamentum Petendi (posita)
Posita adalah penjelasan tentang keadaan atau peristiwa dan penjelasan yang berhubngan dengan hukum yang dijadikan dasar atau alasan gugat. Dengan kata lain, semua peristiwa hukum yang terjadi yang digunakan sebagai alasan di ajukannya gugatan atau tuntutan.
Posita memuat dua bagian:
Alasan yang berdasarkan fakta atau peristiwa hukum;
Alasan yang berdasarkan hukum atau adanya hubungan hukum, tetapi hal ini bukan merupakan keharusan. Hakimlah yang harus melengkapinya dalam putusan nantinya.
Contoh dalam gugatan perceraian
Peristiwa terjadinya pernikahan antara penggugat dan tergugat;
Kehidupan suami istri sesudah pernikahan;
Perstiwa mulai guyahnya kerukunan rumah tangga antara penggugat dengan tergugat;
Peristiwa yang menjadi penyebab timbulnya pertengkaran dan perselisihan diatara keduanya;
Upaya perdamaian yang pernah dilakukan tetapi tidak berhasil dan lain sebagainya.
 Petitum (tuntutan)
Mekanisme petitum (tuntutan) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian :
Tuntutan primer (pokok)
Merupakan tuntutan yang sebenar-benarnya diminta penggugat, dan hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari apa yang diminta (dituntut) .
contoh:
mohon gugatan penggugta dikabulkan;
mohon diputuskan perkawinan antara penggugat dengan tergugat karena perceraian atau karena pelanggaran ta’lik talak.
 Tuntutan tambahan, merupakan tuntutan pelengkap dari pada tuntutan pokok, seperti dalam hal perceraian berupa tuntutan pembayaran nafkah madhiyah (lalu, terutang), nafkah anak, mut’ah , nafkah iddah, dan pembagian harta bersama, juga supaya tergugat membayar biaya perkara;
Tuntutan subsider (pengganti)
Diajukan untuk mengantisipasi kemungkinan tuntutan pokok dan tuntutan tambahan tidak diterima majelis hakim, biasanya kalimatnya adalah “agar majelis hakim mengadili menurut hukum yang seadil-adilnya” atau “ mohon putusan yang seadil-adilnya” bisa juga ditulis dengan kata-kata “ ex aequo et bond”
Gugatan lisan dan / atau Tertulis
dalam praktik proses pengajuan gugat secara lisan bagi buta huruf dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Gugatan disampaikan secara lisan kepada Ketua Pengadilan yang berwenang;
Ketua Pengadilan atau hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan (biasanya dibantu oleh Panitera atau pejabat Kepaniteraan) mencatat segala peristiwa yang disampaikan Penggugat, kemudian diinformasikan dalam bentuk surat gugat;
Gugatan yang diformulasikan tersebut dibacakan untuk penggugat dan dinyatakan kepadanya tenttang isi gugatan itu, apakah sudah cukup atau masih perlu ditambah,dikurangi atau diubah;
Gugatan yang dinyatakan cukup oleh Penggugat, maka Ketua Pengadilan atau hakim yang ditunjuk tersebut untuk mendatanganinya.
Panitera sebagai pelaksana kegiatan administrasi pengadilan memiliki 3 (tiga) macam tugas:
Pelaksana administrasi perkara;
Pendamping hakim dalam persidangan;
Pelaksana putusan atau penetapan pengadilan dan tuags-tugas kejurusitaan lainnya.

Tugas-tugas Sistem Meja
Tugas-tugas Meja 1:
Menerima perkara-perkara:
Gugatan;
Permohonan;
Perlawanan (verzet);
Derden verzet;
Banding;
Kasasi;
Permohonan peninjauan kembali;
Eksekusi;
Penjelasan dan penafsiran biaya perkara dan biaya eksekusi.
 membuat surat kuasa untuk membayar (SKUM) dalam rangkap empat dan menyerahkan SKUM tersebut kepada calon Penggugat atau Pemohon;
Menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada calon Penggugat atau Pemohon;
Sistem tugas-tugas penerimaan perkara, maka Meja I berkewajiban memberi penjelasan yang di anggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan.
Meja I pada Pengadilan Tinggi Agama:
Menerima berkas perkara banding;
Menerima memori, kontra, memori banding yang langsung disampaikan ke PTA yang disampaikan oleh pembanding atau atau terbanding:
Di dalam menerima berkas perkara banding tersebut yang dikirim oleh pengadilan agama, agar diteliti apakah sudah terlampir bukti pengiriman biaya perkara banding yang sudah ditetapkan oleh Ketua PTA, dan apabila sudah ada serta sesuai dengan yang ditetapkan , maka pada hari itu juga berkas perkara tersebut di daftar;
Setelah berkas banding di daftar dan di beri nomor perkara oleh pemegang kas, pada hari itu juga berkas perkara tersebut diterukan kepada Meja II;
Bagi perkara banding yang diajukan secara Cuma-Cuma (prodeo), maka berkas tersebut langsung diteruskan kepada Meja II tanpa melalui pemegang kas, dan tidak diberi nomor perkara dulu,kecuali apabila sudah ada penetapan majelis atau hakim PTA , bahwa perkara tersebut dapat dikabulkan untuk beracara secara Cuma-Cuma (prodeo).
Tugas-tugas Meja II:
Menerima surat gugatan atau perlawanan dari calon penggugat/pelawan dalam rangkap sebanyak jumlah tergugat/terlawan ditambah dua rangkap;
Menerima surat permohonan dari calon pemohon sekurang-kurangnya sebanyak dua rangkap;
Menerima tindasan pertama SKUM dari calon penggugat/pemohon/pelawan;
Mendaftar atau mencatat surat gugatan/permohonan dalam register yang bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan tersebut;
Nomor register diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas (kasir);
Menyerahkan kembali satu rangkap surat gugatan / permohonan yang telah diberi nama nomor register kepada penggugat atau pemohon;
Asli surat gugatan/permohoann di masukkan dalam sebuah map khusus dengan melampirkan tindasan pertama SKUM dan surat-surat yang berhubungan dengan gugatan atau permohonan, disampaikan kepada wakil panitera, untuk selanjutnya berkas gugatan/permohonan tersebut disampaikan kepada ketua PA melalui panitera;
Mendafatar atau mencatat putusan PA / PTA / MA dalam semua buku register yang bersangkutan.
Khusus bagi PTA Meja II bertugas:
Mendaftarkan / mencatat berkas perkara banding sesuai dengan tanggal dan nomor perkara yang di daftar dan diberi nomor oleh pemegang kas ke dalam buku register perkara, member pada sampul berkas perkara yang bersangkutan;
Member atau meneliti kelengkapan berkas perkara sesuai dengan daftar isi surat pengantar;
Setelah lengkap dan registrasi, selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudahnya, wakil panitera melaui panitera menyampaikan berkas perkara banding itu kepada ketua PTA dengan buku nomor register, serta dilengkai dengan blanko formulir yang diperlukan berkas itu secara disampaikan kepada ketua PTA untuk ditetapkan majelis hakim serta panitera sidang yang akan menyidangkan perkara banding.
Tugas-tugas Meja III:
Menyerahkan salinan putusan PA/PTA/MA kepada yang berkepentingan;
Menyerahkan salinan penetapan PA kepada pihak yang berkepentingan;
Menerima memori atau kontra memori banding, memori atau kontra memori kasari, jawaban atau tanggapan peninjauan kembali dan lain-lain;
Menyusun/menjahit/mempersiapkan berkas.
Khusus bagi PTA , Meja III bertugas:
Menyelenggarakan penataan arsip perkara/dokumen, sesuai dengan prosedur tetap;
Mempersiapkan data-data perkiraan dan pembuatan laporan statistik.
 
 Penetapan Hari Sidang
Majelis hakim yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan gugatan permohonan yang diajukan,setelah mempelajari gugatan atau permohoann tersebut, segera membuat penetapan hari sidang (PHS). Penetapan hari sidang cukup di tandatangani oleh ketua majelis. Ketua majelis dalam menetapkan hari sidang supaya memperhitungkan hari-hari sampainya surat panggilan kepada para pihak (selambat-lambatnya tiga hari sebelum hari  sidang), sekalipun hari sidang yang di tetapkannya itu melebihi masa 30 hari (dalam perkara talak atau perceraian) tidak menjadi halangan,apabila tempo 30 hari tersebut memang belum bisa menjangkau sampainya surat panggilan (menurut perkiraan dengan mengingat jarak tempat kediaman salah satu pihak,umpamanya tergugat berada diluar pulau jawa).





Relaas /Berita Acara Panggilan Para Pihak
Pemanggilan kepada para pihak dilakukan dengan surat panggilan yang di tandatangani oleh juru sita/juru sita penggani. Relaas harus ditandatangani sendiri oleh para pihak atau oleh kuasanya atau kepala desa / kelurahan, apabila yang bersangkutan tidak dapat ditemui.
Teknis Pemanggilan:
Panggilan disampaikan kepada yang bersangkutan secara pribadi atau kuasanya di tempat kediamannya / kuasanya. Khusus untuk tergugat di lampiri dengan salinan gugatan / permohonan. Juru sita / jur sita pengganti harus menulis dalam relaas tersebut bahwa dia telah bertemu dengan pihak yang di panggil di tempat kediamannya dan telah berbicara dengannya. Kalu pihak yang di panggil setelah di beritahu tentang maksud panggilan,dan dia tidak mau menandatangani relaas, kejadian tersebut harus ditulis secara jelas oleh juru sita dalam relaas tersebut.
Kalau pihak yang di panggil tidak ditemui oleh juru sita / juru sita pengganti, panggilan disampaikan kepada kepala desa atau kelurahan di kantornya.juru sita / juru sita pengganti harus menulis dalam relaas bahwa ia tidak dapat menemui pihak yang dipanggil di tempat kediamannya, maka dia sampaikan panggilan kepada kepala desa atau kelurahan di kantornya.
Apabila pihak yang di panggil tidak diketahui tempat tinggalnya,khusus untuk perkara perkawinan atau perceraian , panggilan dilakukan dengan cara pengumuman melalui mass media sebanyak dua kali, dengan jarak satu bulan antara panggilan pertama dengan panggilan kedua, dan tiga bulan antara panggilan kedua dengan hari persidangan.
Contoh:
Panggilan satu dibuat dan disampaikan via RRI tanggal 07 Januari 2010 untuk sidang tanggal 21Mei 2010;
Panggilan kedua dibuat dan disampaikan via RRI tanggal 07 Februari 2010 untuk sidang tanggal 21 Mei 2010
 Untuk perkara selain perkawinan atau perceraian seperti dalam perkara waris atau wakaf, apabila pihak tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya, panggilan dilakukan dengan cara penempelan. Relaas di papan pengumuman pada PA yang memanggil setelah relaas tersebut di tandatangani / diketahui oleh sekretaris daerah;
Apabila pihak tergugat berada di luar negeri , panggilan disampaikan melalui KBRI setempat dengan jarak waktu 6 bulan.    

Upaya Perdamaian

Pengertian Perdamaian
Kata perdamaian berasal dari kata damai. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia kata damai berarti tidak ada perang, tenteram, dan keadaan tidak bermusuhan.
Yang dimaksud dengan perdamaian adalah suatu persetujuan dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu sengketa yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara, dan persetujuan perdamaian tidak sah melainkan harus dibuat secara tertulis.
Syarat Formal Upaya Perdamaian
Adanya persetujuan kedua belah pihak
Bentuk perdamaian harus tertulis
Perdamaian dalam perkara perceraian
Perdamaian di luar sidang
Akta perdamaian




Hak Ingkar Terhadap Hakim
pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya.
Pemeriksaan dalam Sidang
Mekanisme pemeriksaan perkara perdata harus mulai beberapa tahap, yakni:
Tahap Pertama
Melakukan perdamaian. Pada sidang upaya perdamaian dapat timbul dari hakim, penggugat/tergugat atau pemohon/termohon. Hakim harus secara aktif dan sungguh-sungguh untuk mendamaikan para piha. Apabila upaya damai tidak berhasil, maka sidang dapat dilanjutkan pada tahapan berikutnya.
Tahap Kedua
Sebelum pembacaan surat gugatan, Majelis Hakim terlebih dahulu membacakan hasil sidang mediasi. Kemudian pembacaan surat gugatan. Pada tahap ini pihak penggugat/pemohon berhak meneliti ulang apakah seluruh materi (dalil gugat dan petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam gugatan itulah yang menjadi acuan (objek) pemeriksaan.
Tahap Ketiga
Jawaban tergugat/termohon. Pihak tergugat/termohon diberi kesempatan unuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya penggugat/pemohon, melalui majelis hakim dalam persidangan.
Tahap keempat
Penggugat/Pemohon dapat menegaskan kembali gugatannya/permohonannya yang disangkal oleh Tergugat/Termohon dan juga mempertahankan diri atas serangan-seranagn Tergugat/Termohon.
Tahap Kelima  
Tergugat/Termohon menjelaskan kembali jawabannya yang disangkal oleh penggugat.
Tahap Keenam
Majelis Hakim dapat pula memerintahnkan para pihak untuk melakukan sidang pemeriksaan setempat agar harta benda yang didalilkan oleh para pihak sesuai dengan bukti-bukti yang diajukan.
Tahap Ketujuh
Tahap kesimpulan. Masing-masing pihak baik penggugat maupun tergugat mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan.
Tahap Kedelapan
Tahap putusan. Hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu dan menyimpulkannya dalam putusan sebagai akhir persengketaan.
   Upaya Hukum Pihak Ketiga
Hak-hak pihak ketiga ini diatur dalam Hukum Acara dengan beberapa cara yakni:
Intervensi
Yang dimaksud intervensi adalah suatu aksi hukum oleh pihak yang berkepentingan dengan jalan melibatkan diri dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung antara kedua pihak yang berperkara.
 Tussenkomst (menengahi)
Yang dimaksud dengan menengahi adalah aksi hukum pihak ketiga dalam perkara perdata yang sedang berlangsung dan membela kepentingnnya sendiri untuk melawan kedua pihak yang sedang berperkara.
Ciri-ciri Tussenkomst:
Sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dan berdiri sendiri;
Adanya kepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian,atau kehilangan haknya yang mungkin terancam;
Melawan kepentingan kedua belah pihak yang berperkara.
Syarat-syarat mengajukan Tussenkomst:
Merupakan tuntutan hak;
Adanya kepentingan hukum dalam sengketa yang sedang berlangsung;
Kepentingan tersebut harus ada hubungannya dengan pokok perkara yang sedang berlangsung;
Kepentingan mana untuk mencegah kerugian atau mempertahankan hak pihak ketiga.
Keuntungan Tussenkomst:
Prosedur beracara dipermudah dan disederhanakan;
Proses perkara dipersingkat;
Terjadi penggabungan tuntutan;
Mencegah timbulnya putusan yang saling bertentangan.
Vrijwaring (Penarikan)
Adalah suatu aksi hukum yang dilakukan oleh tergugat untuk menarik pihak ketiga dalam perkara guna menjamin kepentingan tergugat menghadapi gugatan penggugat.
Adapun ciri-ciri vrijwaring adalah:
Merupakan penggabungan tuntutan;
Salah satu pihak bersengketa menarik pihak ketiga di dalam sengketa;
Keikutsertaan pihak ketiga timbul karena dipaksa dan bukan karena kehendaknya.


 Kumulasi Gugatan
Kumulasi gugatan kemungkinan terjadi dalam tiga bentuk yakni:
Objective Comulatie (penggabungan objektif)
Penggabungan objektif adalah pihak penggugat mengajukan beberapa objek gugatan dalam satu perkara sekaligus.
 Subjective Comulatie (penggabungan Subjektif)
Bentuk penggabungan subjektif bisa terjadi apabila penggugat lebih dari satu orang melawan tergugat yang lebih dari satu orang juga, hal ini diperbolehkan menurut hukum acara perdata, dengan catatan tuntutan penggugat tersebut harus ada hubungan erat satu sama lain.
Concurcus (kebersamaan)
Kumulasi kebersamaan yang dimaksud adalah apabila seorang penggugat mempunyai beberapa tuntutan yang menuju pada suatu akibat hukum saja contoh permohonan pemohon dalam hal terlaksananya pernikahan yang terhambat karena masalah wali, dispensasi nikah, dan izin kawin.
Perihal Teori Pembuktian
Pengertian Pembuktian /membuktikan
“Membuktikan” menurut Sudikno Mertokusumo, mengandung beberapa pengertian :
Membuktikan dalam arti logis atau ilmiah
Membuktikan berarti memberikan kepastian mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan.
Membuktikan dalam arti konvensionil
Membuktikan berarti memberikan kepastian nisbi/relatif sifatnya yang mempunyai tingkatan-tingkatan :
Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka/bersifat instuitif
Kepastian yang didasarkan pertimbangan akal
Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti yuridis
Pembuktian secara yuridis tiak lain adalah pembuktian “historis” yang mencoba menetapkan apa yang telah terjadi. Dan memberikan dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memriksa perkara yang bersangkutan guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.
Teori-teori tentang penilaian pembuktian
Teori pembuktian bebas
Teori ini tidak menghendaki adanya ketentuan-ketentuan yang mengikat hakim. Teori ini dikehendaki jumhur/pendapat umum karena akan memberikan kelonggaran wewenang kepada hakim dalam mencari kebenaran.
Teori pembuktian negatif
Teori ini hanya menghendaki ketentuan-ketentuan yang mengatur larangan-larangan kepada hakim untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pembuktian.
Teori pembuktian positif
Teori ini menghendaki adanya perintah kepada hakim.
Jenis alat-alat bukti
alat bukti dapat digunakan dalam persidangan Pengadilan Agama, terdiri dari lima macam, yaitu :
Alat bukti surat/alat bukti akta
Alat bukti saksi
Alat bukti persangkaan
Alat bukti pengakuan
Alat bukti sumpah
Ada beberapa fungsi akta ditinjau dari segi hukum, yaitu:
Sebagai syarat menyatakan perbuatan hukum
Contoh, perbuatan hukum meemanggil penggugat atau tergugat untuk menghadiri sidang, maka hal tersebut harus dilakukan dengan akta (eksploisi) sebab jika tidak demikian maka dinyatakan tidak sah.
 Sebagai alat bukti
Sebagai alat bukti satu-satunya
Contoh, pembuktian perkaiwinan, satu-satunya alat bukti mengenai hubungan perkawinan tidak lain hanya dengan “kutipan kata nikah”
Alat Bukti Saksi
Saksi ialah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu :
Syarat formil saksi ialah:
Berumur 15 tahun ke atas;
Sehat akalnya;
Tidak ada hubungan keluarga sedarah, kecuali undang-undang menentukan lain;
Tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak meskipun sudah bercerai;
Menghadap di persidangan;
Memberikan keterangan secara lisan;
Berjumlah sekurang-kurangnya dua orang untuk kesaksian suatu peristiwa, atau dengan alat bukti lain kecuali mengenai perzinaan.

Syarat materiil saksi
Menerangkan apa yang dilihat, ia dengar dan ia alami sendiri;
Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya;
Bukan merupakan pendapat atau kesimpulan saksi sendiri;
Saling bersesuaian satu sama lain;

Sita Perkara Perdata Peradilan Agama
Dengan disitanya suatu benda atau barang, maka barang atau benda tersebut berada dalam status pengawasan, yaitu tidak boleh:
Disewakan;
Diperjual belikan;
Ditukar;
Diasingkan.


Putusan Hakim
Produk hakim dari hasil pemerikasaan perkara di persidangan ada 3 macam, yaitu:
Putusan (vonnis)
Putusan ialah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan.
Penetapan (Beschikking)
Penetapan ialah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan.
Akta Perdamaian (Acta van Dading)
Akta Perdamaian ialah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa kebendaan untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.

Mediasi
Adapun beberapa prinsip dari lembaga mediasi adalah :
Pada prinsipnya mediasi bersifat sukarela
Lingkup sengketa pada prinsipnya bersifat keperdataan
Proses sederhana
Proses mediasai menjaga kerahasiaan sengketa para pihak
Mediator bersifat menengahi









_ BAB III
_BERITA ACARA PERSIDANGAN

Berita Acara Persidangan (BAP) pengadilan agama merupakan akta otentik, karena dibuat oleh pejabat  yang berwenang untuk itu (Hakim dan Panitera/Panitera Pengganti), dan isinya adalah berupa hal ikhwal secara lengkap mengenai pemeriksaan perkara dalam persidangan yang dijadikan pedoman hakim dalam menyusun putusan.
Adapun keberadaan Berita Acara Persidangan Pengadilan Agama adalah:
Fungsi :
Sebagai akta otentik;
Sebagai dasar hakim dalam menyusun putusan;
Sebagai dokumentasi dan informasi keilmuan.
Isi Berita Acara Persidangan
 Pengadilan yang memeriksa;
Hari, tanggal, bulan, dan tahun;
Identitas dan kedudukan pihak dalam perkara;
Susunan majelis hakim dan penitera sidang;
Pernyataan sidang dibuka dan terbuka untuk umum;
Keterangan kehadiran dan ketidakhadiran para pihak;
Upaya mediasi dan mendamaikan;
Pernyataan sidang tertutup untuk umum;
Pembacaan surat gugatan;
Pemeriksaan pihak-pihak;
Pernyataan sidang terbuka untuk umum pada waktu penundaan sidang terhadap sidang yang sebelumnya dinyatakan tertutup untuk umum;



Penundaan sidang pada hari, tanggal, bulan, tahun, jam dengan penjelasan perintah hadir tanpa dipanggil melalui relaas/atau dipanggil lagi melalui relaas;
Pernyataan sidang diskors untuk musyawarah majelis hakim;
Pernyataan sidang dibuka untuk membaca putusan;
Pernyataan sidang ditutup;
Penandatanganan oleh ketua majelis dan panitera/panitera pengganti.
Format Berita Acara Persidangan (BAP)
Format BAP harus ditulis serapi mungkin, yang meliputi :
Bentuk dan ukuran huruf harus konsisten dan rapi dengan menggunakan komputer/mesin ketik;
Halaman yang sama separuh bagian kiri berisi pertanyaan, dan separuh bagian kanan berisi jawaban;
Disusun berurutan berdasar tahapan sidang, dikelompokkan mulai dari gugatan, jawaban, replik, duplik, alat bukti dari penggugat, alat bukti tergugat, kesimpulan penggugat, sikap penggugat dan tergugat serta para saksi;
Apabila terdapat kesalahan pada tulisan dalam BAP, cukup direnvoi saja;
Ditulis posisi/urutan persidangan (sidang pertama, sidang lanjutan I, sidang lanjutan II, dan seterusnya), nomor halaman sebaiknya berurutan, dan setiap mau masuk pada halaman berikutnya ditulis “kata pertama” dalam halaman itu dipojok kanan bawah yang diikuti titik seperlunya;
Jika persidangan dilakukan dengan cara tertulis, maka seluruh jawaban, replik, duplik disalin secara utuh dalam BAP.
Materi Berita Acara Persidangan
Yang ditulis hanyalah yang relevan saja;
Berita acara harus sudah selesai sebelum memasuki sidang berikutnya;
Kesalahan tulisan harus direnvoi.  

_   BAB IV
TEKNIS ACARA DAN CONTOH PUTUSAN/PENETAPAN
_
Tata Urutan Persidangan Perkara Gugatan di Pengadilan Agama
Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis;
Para pihak (Penggugat dan Tergugat) diperintahkan memasuki ruang sidang;
Para pihak diperiksa identitasnya (surat kuasanya), demikian pula diperiksa surat izin praktik dari organisasi advokat;
Apabila kedua belah pihak lengkap, maka diberi kesempatan untuk menyelesaikan perkaranya secara damai;
Ditawarkan apakah akan menggunakan mediator dari lingkungan PA atau dari luar PA;
Apabila tidak tercapai kesepakatan damai, maka sidang dilanjutkan dengan pembacaan surat gugat oleh pengguat/kuasanya;
Apabila perdamaian berhasil, maka dibacakan penetapan dalam persidangan dalam bentuk akta perdamaian yang bertitel DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YME;
Apabila tidak ada perubahan gugatan, acara selanjutnya jawaban dari tergugat (jawaban berisi aksepsi, bantahan, permohonan putusan provisionil, gugatan rekonvensi);
Apabila ada gugatan rekonvensi, tergugat juga berposisi sebagai penggugat rekonvensi;
Replik dari Penggugat, apabila digugat rekonvensi maka ia berkedudukan sebagai tergugat rekonvensi;
Pada saat surat menyurat (jawab menjawab) ada kemungkinan ada gugatan;
Sebelum pembuktian ada kemungkinan muncul putusan sela (putusan provisionil, putusan tentang dikabulkannya eksepsi absolut, atau ada gugatan intervensi);
Pembuktian:
Dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan sanksi;
Dilanjutkan dari tergugat berupa surat bukti dan sanksi;
Apabila menyangkut tanah dan harta benda dilakukan pemeriksaan setempat;
 Kesimpulan;
Musyawarah oleh Majelis Hakim (bersifat rahasia);
Pembacaan putusan;
Isi putusan:
Gugatan dikabulkan;
Gugatan ditolak;
Gugatan tidak dapat diterima (NO).
Atas putusan ini para pihak diberitahu hak-haknya apakah akan menerima, pikir-pikir atau akan banding. Apabila pikir-pikir maka akan diberi waktu selama 14 hari;
Dalam hal ada pihak ada pihak yang tidak hadir, maka diberitahu terlebih dahulu dan dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan diberi hak untuk menentukan sikap, maka dianggap menerima putusan.

.
Teknik Pembuat Putusan
Pengertian Putusan
Putusan yang dimaksud adalah putusan hakim atau putusan pengadilan untuk menyelesaikan sengketa perdata, sehingga baik Penggugat maupun Tergugat dapat menerima putusan tersebut.
Sifat dan Macam Putusan
Putusan deklaratoir
Putusan Deklaratoir disebut juga Declaratoir Vonnis atau disebut Declaratory judgement yang menerangkan dan menegaskan atau menentukan benarnya suatu keadaan hukum.
 Putusan Konstitutif
Adalah putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru. Misalnya putusan tentang perceraian.
 Putusan Kondemnatoir
Adalah putusan yang berisi penghukuman. Misalnya menghukum seseorang untuk membayar sejumlah uang, atau menghukum seseorang untuk menyerahkan sebidang tanah.
Putusan kontradictoir
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang tergugatnya pernah datang tetapi tidak mengadakan perlawanan dan menyatakan pengakuan.
Putusan Verstek
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebagai akibat tergugat atau para tergugat tidak pernah hadir di persidangan walaupun telah dipanggil dengan sah (resmi dan patut).
Putusan Sela
Disebut juga putusan sementara, yang bukan merupakan putusan akhir, dan dijatuhkan oleh hakim sebelum memutus pokok perkara dengan tujuan untuk mempermudah dan memperlancar dalam pemeriksaan selanjutnya.

Contoh-contoh Amar / Dictum
Cerai talak :
Mengabulkan permohonan Pemohon;
Menetapkan, memberi izin kepada Pemohon (Aman bin Amin) untuk ikrar menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (Aminah binti Aminuddin) di depan sidang Pengadilan Agama.
Cerai Talak yang diajukan Suami yang riddah:
Mengabulkan permohonan Pemohon;
Menjatuhkan talak satu bain sughro Pemohon (Aman bin Amin) terhadap Termohon (Aminah binti Aminuddin).
Cerai gugat :
Mengabulkan gugatan Penggugat;
Menjatuhkan talak satu bain sughro Penggugat (Aminah binti Aminuddin) terhadap tergugat (Aman bin Amin).
Cerai gugat alasan pelanggaran ta’lik talak :
Mengabulkan gugatan Penggugat;
Menetapkan jatuh talak satu khul’i Tergugat (Aman bin Amin) terhadap Penggugat (Aminah binti Aminuddin) dengan iwadh Rp.10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah).
Penetapan anak :
Mengabulkan permohonan Pemohon;
Menetapkan anak bernama Berliantara, umur 7 tahun, bertempat tinggal di jalan Amerta II No.35 Jakarta Timur, adalah anak sah dari Pemohon (Aman bin Amin).
Penetapan anak :
 Mengabulkan permohonan Pemohon;
Menetapkan anak bernama Berliantara, umur 7 tahun, bertempat tinggal di jalan Amerta II No.35 Jakarta Timur, adalah anak sah dari Penggugat (Aman bin Amin).
Menghukum Tergugat untuk menyerahkan anak tersebut kepada Penggugat.
Penetapan anak karena hadhanah :
Mengabulkan permohonan Pemohon;
Menetapkan anak bersama Berliantara binti Aman, umur 7 tahun, berada di bawah pemeliharaan (hadhanah) pemohon (Aminah binti Mesan).
Penetapan Pencabutan :
Mengabulkan permohonan Pemohon;
Mencabut hak hadhanah dari Termohon (Aminah binti Mesan);
Menetapkan anak bernama Berliantara binti Aman, umur 7 tahun, berada di bawah hadhanah Pemohon (Ahmad bin Mian).
Putusan Penyangkalan Anak :
Mengabulkan gugatan Penggugat;
Menyatakan anak bernama Berliantara binti Aman, umur 7 tahun, bertempat tinggal di jalan Amerta II No. 35 Jakarta Timur, adalah bukan anak sah dari Penggugat (Aman bin Amin).
Putusan Pencabutan wali :
Mengabulkan gugatan Penggugat;
Mencaut hak perwalian atas anak bernama Berliantara binti Aman, umur 7 tahun, bertempat tinggal di jalan Amerta II No. 35 Jakarta Timur, dari Tergugat (Ahmad bin Mian);
Menetapkan anak bernama Berliantara binti Aman, umur 7 tahun, bertempat tinggal di jalan Amerta II No. 35 Jakarta Timur, di bawah perwalian Penggugat (Budiman bin Bayun);
Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).




Penetapan Pengangkatan Anak :
Mengabulkan Permohonan Pemohon;
Menetapkan, menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh Pemohon benama (Ahmad bin Mian), bertempat di jalan Amerta II No.35 Jakarta Timur terhadap anak laki-laki/perempuan bernama (Berliantara binti Aman), umur 7 tahun.
























_BAB V
PELAPORAN
_
Bentuk-bentuk laporan pada Pengadilan Agama sebagai berikut:
LI – PA1 : Laporan Keadaan Perkara;
LI – PA2 : Laporan Perkara yang Dimohonkan Banding;
LI – PA3 : Laporan Perkara yang Dimohonkan Kasasi;
LI – PA4 : Laporan Perkara yang Dimohonkan Peninjauan kembali;
LI – PA5 : Laporan Perkara yang Dimohonkan Eksekusi;
LI – PA6 : Laporan tentang Kegiatan Hakim;
LI – PA7 : Laporan Keuangan Perkara;
LI – PA8 : Laporan Jenis Perkara.
Laporan yang dibuat oleh Pengadilan Agama memiliki fungsi sebagai berikut :
Sebagai alat pantau segala tingkah laku dan perbuatan hakim dan pejabat kepaniteraan oleh MARI dan PTA sebagai kawal depan dari Mahkamah Agung RI;
Sebagai bahan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapai, sebagimana dalam mengambil keputusan dalam rangka pembinaan lebih lanjut dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.
Prosedur Tatacara Pembuatan Laporan Perkara pada Pengadilan Agama Tingkat Banding
Pembuatan Laporan Perkara :
Petugas menghimpun semua laporan tingkat pertama yang diterima dan diputus dari Pengadilan Agama wilayah hukumnya.
Petugas memilah dan merekap semua laporan perkara tingkat pertama yang diterima dan diputus dari Pengadilan Agama wilayah hukumnya.
Petugas menghimpun dan merekap semua  laporan faktor-faktor penyebab perceraian tingkat pertama yang diterima dari Pengadilan Agama wilayah hukumnya.
Petugas merekap laporan perkara yang belum diputus lebih dari dan kurang dari 6 bulan dan Mediasi pada Pengadilan Agama di wilayah PTA.
Petugas membuat laporan siap kirim semua perkara yang diterima,diputus, faktor-faktor yang diputus kurang dari 6 bulan, mediasi, ekonomi syari’ah, prodeo, sidang keliling dari PA se wilayah PTA.
Pengiriman Laporan-laporan
Petugas mengirim laporan semua perkara yang diterima, diputus, faktor-faktor, yang diputus kurang dan lebih dari 6 bulan, mediasi, ekonomi syari’ah, prodeo, sidang keliling melalui pos/fax.
Petugas mengirim laporan semua perkara yang diterima, diputus, faktor-faktor, yang diputus kurang dan lebih dari 6 bulan, mediasi, ekonomi syari’ah, prodeo, sidang keliling melalui situs, e-mail.

_









Gambar 1. fungsi Pelaporan Laporan Keuangan



_








Gambar 2. Tampilan Rekapitulasi Pelaporan Peradilan Agama
_









Gambar 3. Tampilan Login

_





Gambar.4 Tampilan Beranda trafik SMS per bulan
_







Gambar.5 Status Pelaporan pada Biaya Perkara

_





Gambar 6. Tampilan Daftar Saldo Awal Tahun pada Biaya Perkara

_







Gambar 7. Tampilan Input Saldo Awal Tahun pada Biaya Perkara




Format SMS
Untuk melakukan pelaporan via sms maka harus dengan menggunakan format SMS yang sudah ditentukan pada aplikasi pelaporan berbasis SMS. Berikut ini adalah fasilitas dengan format yang tersedia pada aplikasi SMS:
Registrasi (REG) : hanya nomor handphone yang memiliki PIN dan melakukan registrasi yang dapat menggunakan fasilitas pelaporan dengan SMS. Proses registrasi perlu dilakukan untuk semua pedaftaran baru;
Informasi Bantuan (INFO);
UNTUK Pelaporan yang akan dijelaskan pada sub menu jenis pelaporan Format SMS.
Yang Perlu Diketahui
Untuk Nomor SMS Center format SMS dikirim ke 0852 8144 0000 (nomor SMS Center);
Untuk setiap pengiriman SMS, aplikasi akan mengirimkan SMS balasan sebagai konfirmasi (Input dan Cek Laporan);
Saat format SMS salah, maka akan ada pemberitahuan bahwa Format SMS tidak dikenal;
Jika data Laporan Bulanan yang dikirimkan via SMS salah, maka untuk memperbaiki dilakukan dengan mengirimkan kembali data yang benar. Data yang lama kan secara otomatis diganti dengan data yang baru;
Satu PIN  hanya berlaku untuk satu nomr Handphone dan Satker data yang baru;
Setiap Ditjen Badan Peradilan dapat memiliki akses untuk menambah, merubah dan menghapus nomor Handphone melalui web.



REG – Registrasi
Sebelum dapat menggunakan fasilitas SMS seperi input dan cek laporan, maka nomor Handphone yang ingin dipakai harus diregister terlebih dahulu dengan nomor PIN yang diberikan dari Ditjen Peradilan masing-masing.
Kirim SMS dengan Format berikut :
REG (Nomor PIN)
Contoh : REG 12345678
Kirim ke 0852 8144 0000 (nomor SMS Center)
Catatan :
Bagi nomor Handphone yang  sebelumnya sudah terdaftar untuk pelaporan Keuangan Perkara maka tidak perlu lagi melakukan Registrasi untuk pelaporan Bantuan Hukum sehingga dapat langsung melakukan input data melalui SMS;
Jika karena satu dan lain hal perlu menggunakan SIM Card baru, gunakan SIM Card yang paling lama masa aktifnya dan paling ekonomis;
Untuk mendapatkan nomor PIN hubungi Ditjen Peradilan masing-masing.









_BAB VI
_PENGARSIPAN

Dasar Hukum Kearsipan Perkara
Pasal 711 Rbg/Pasal 383 HIR, menyatakan bahwa segala putusan harus selalu tersimpan pada arsip Pengadilan dan tidak boleh dipindahkan, terkecuali dalam keadaan dan dengan cara yang telah ditentukan oleh perundang-undangan.
Pasal 101 UU Nomor 7 Tahun 1989:
Panitera bertanggung jawab atas pengurusan berkas perkara, penetapan atau putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, surat-surat berharga, barang bukti, dan surat-surat lain yang disimpan di Kepaniteraan.
Semua daftar, catatan, risalah, berita acara, serta berkas perkara tidak boleh dibawa ke luar dari ruangan Kepaniteraan, kecuali atas izin Ketua Pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang.
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. No. KMA/004/II/1992, antara lain:
Kepaniteraan Pengadilan Agama mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis di bidang administrasi perkara dan administrasi peradilan lainnya berdasrkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tugas dan fungsi dari pelayanan itu meliputi:
Penyusunan kegiatan pelayanan administrasi perkara serta pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi yang berkaitan dengan persidangan;
Penyusunan daftar perkara, administrasi, administrasi keuangan perkara dan pelaksanaan putusan perkara;
Pengurusan administrasi pembinaan hukum agama dan hisab rukyat.
Tugas kearsipan ini berdasarkan Pasal 6, 9, 12, 15, dan 21 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjadi tanggung jawab Panmud Kepaniteraan Hukum, antara lain:
Mengumpulkan;
Mengolah dan mengkaji;
Menyusun data statistik perkara;
Menyusun laporan perkara;
Menyimpan arsip berkas perkara;
Melakukan pengurusan administrasi pembinaan hukum agama;
Malaksanakan laporan hasil hisab rukyat;
Tugas-tugas lan berdasarkan undang-undang.
Berkas Perkara Sebagai Arsip
Berkas Perkara yang masih berjalan
Adalah berkas perkara yang telah selesai diputus oleh Pengadilan Agama tetapi masih memerlukan penyelesaian administratif, ,isalnya karena dimohonkan banding, kasasi, peninjauan kembali (PK), atau dimohonkan eksekusi. Penyimpanan berkas perkara yang masih berjalan ini menjadi tanggung jawab Panitera Muda Permohonan atau Panitera Muda Gugatan.
Arsip Berkas Perkara
Adalah berkas perkara yang telah mendapat penyelesaian secara tuntas, dalam arti telah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) dan tidak dimohonkan eksekusi atau telah selesai dieksekussi.  Apabila BHT telah disimpan di Panitera Muda Hukum di kemudian hari dimohonkan eksekusi, maka Meja 1 meminta berkas tersebut kepada Panitera Muda Hukum.
Tahapan Dalam Penataan Arsip
Tahap Pertama
Memisahkan berkas perkara yang masih berjalan dengan arsip berkas perkara.
Berkas perkara yang masih berjalan, dikelola oleh Kepaniteraan Gugatan/Permohonan dengan cara:
Berkas disimpan dalam Box atau sampul dan ditempatkan di atas rak atau lemari dengan berurut vertikal dan horizontal;
Tiap box atau sampul diberi label;
Nomor urut box atau sampul;
Tahun perkara;
Jenis perkara (gugatan/permohonan/pembagian harta di luar sengketa);
Nomor urut perkara;
Tingkat penyelesaian.
Tahap Kedua
Membuat daftar isi dalam kertas tersendiri yang ditempatkan di dalam sisi kiri box;
Dilanjutkan dengan memisahkan berkas tersebut menurut klasifikasi perkaranya :
Tiap klasifikasi atau box tersendiri;
Bila sedikit dapat disatukan dalam satu box atau antara klasifikasi yang satu dengan yang lainnya dibuat penyekat yang menonjol ke atas dan bertuliskan keterangan klasifikasi dan susunannya menurut nomor urut klasifikasi dari kiri ke kanan.
Box ditempatkan di rak atau lemari dan diusahakan ditempatkan dalam ruangan khusus untuk menjamin keamanannya (dilengkapi dengan ruangan khusus tersebut).
Setiap rak/lemari dibuat Daftar Isi Rak (DIR) atau Daftar Isi Lemari (DIL).
Arsip yang telah tertata rapi tersebut dapat digunakan oleh hakim, jaksa, polisi, dosen, mahasiswa, peneliti atau masyarakat umum yang memerlukan.

Tahap Ketiga
Tahap ini merupakan tahap penghapusan arsip yang sudah sampai masanya untuk dihapus. Untuk tahap ini dilakukan sebagai berikut :
Memisahkan berkas perkara yang sudah sampai masanya untuk dihapus.
Berkas disortir untuk memisahkan berkas perkara yang mempunyai sejarah, yaitu :
Berkas perkara yang putusannya dalam bahasa Belanda, Inggris, atau Arab, dalam bahasa daerah atau menggunakan huruf arab melayu;
Berkas yang mengadili suatu perkara khusus dan mempunyai dampak luas, baik daerah, nasional maupun internasional.
Arsip berkas perkara yang mempunyai nilai sejarah, penataannya dapat dilakukan dengan cara:
Tetap disimpan dalam  box/sampil khusus untuk itu dan ditempatkan dalam lemari/rak;
Dibundel tersendiri secara baik dan rapi.
   Arsip berkas perkara yang akan dihapus, maka dibentuk panitia penghapusan dan dalam pelaksanaannya dibuat berita acara penghapusan terhadap berkas perkara yang di hapus, tetapi dibundel menjadi satu buku dan tetap disimpan.

 Perlengkapan dalam Penataan Arsip
Buku kontrol untuk tiap jenis perkara, yang berisi kolom-kolom :
Nomor urut;
Nomor perkara;
Macam perkara;
Tanggal daftar;
Tanggal putus;
Tanggal masuk arsip;
Keterangan lain-lain.
Cara pengisiannya:
Nomor urut diisi sebanyak yang diterima pada tahun yang bersangkutan atau diperkirakan sejumlah isu;
Kolom-kolom lainnya diisi setelah berkas perkara masuk ke bagian arsip;
Arsip berkas yang masuk, dicatat/ditempatkan pencatatannya pada nomor urut yang sama dengan nomor perkara;
Karton Daftar Isi:
Daftar Isi Box Berkas Perkara masih Berjalan.
Daftar Isi Daftar Isi
No. Box No. Box
Perkara Perkara
Gugatan Permohonan
Banding Banding
Kasasi Kasasi
PK PK
No. ... 1. No. ...
No. ... 2. No. ...
Dst. 3. Dst.
Daftar Isi Box Arsip Berkas Perkara
Daftar Isi Daftar Isi
No. Box No. Box
1991 1991
Perkara Perkara
Gugatan Permohonan
No. ... 1. No. ...
No. ... 2. No. ...
Dst. 3. Dst.

Lemari atau Rak Arsip.
Karton Daftar Isi Lemari (Rak/DIL/DIR).


DAFTAR ISI LEMARI/RAK
BERKAS PERKARA
1991

NO
NO URUT BOX
NOMOR PERKARA
KETERANGAN

1.
I
01/PDT.G/1991
CERAI GUGAT

2.
II
01/PDT.P/1991
WALI ADHAL


Penanganan Arsip Putusan yang Hilang
Untuk mengantisipasi kemungkinan hilangnya arsip putusan/penetapan pengadilan, telah diantisipasi dengan diundangkannya UU No. 22 Tahun 1952 tentang peraturan untuk Menghadapi Kemungkinan Hilangnya Surat Keputusan dan Surat-surat Pemeriksaan Pengadilan.
Cara-cara yang diatur menurut undang-undang tersebut sebagai berikut :
Apabila masih ditemukan salinan/turunan putusan/penetapannya, maka salinan sah tersebut disimpan sebagai surat keputusan asli;
Apabila di Pengadilan tidak ditemukan turunannya, maka diminta kepada pihak-pihak yang memiliki salinan putusan/penetapan tersebut untuk diserahkan kepada Pengadilan dengan suatu surat perintah Pengadilan;
Yang bersangkutan dapat diberi turunan sah dari putusan tersebut;
Apabila ia menolak untuk menyerahkan salinan sah tersebut kepada Pengadilan, maka ia dapat dijatuhi pidana maksimal penjara 4 bulan 2 minggu;
Dari perbuatan/tindakan tersebut merupakan tindak kejahatan;
Apabila salinan resmi tidak ditemukan lagi, maka dibuat salinan/turunan diktum/amar putusan/penetapan yang ada pada Berita Acara Persidangan;
Apabila BAP pun tidak ditemukan, maka dicari dari Register Perkara dan dibuatkan turunan diktum putusan/penetapan yang ada pada register tersebut;
Kehilangan tersebut harus dinyatakan dalam suatu surat keterangan yang sudah dibuat oleh seorang Hakim dan Panitera yang menjatuhkan putusan tersebut.    
Proses Pengelolaan Arsip
Berkas perkara masih dalam penanganan Majelis Hakim dan belum dapat digolongkan sebagi berikut :
Berkas Perkara gugatan dan permohonan yang masih/sedang disidangkan dan berada pada Majelis Hakim atau Panitera Pengganti;
Berkas perkara gugatan dan permohonan yang sudah diputus oleh Majelis Hakim tetapi masih/sedang diminutir.
Tahap 1 dilimpahkan kepada kepaniteraan perkara, masing-masing sebagai bidangnya :
Berkas perkara yang masih berjalan.
Berkas perkara gugatan dan permohonan yang sudah diminutir atau masih dalam penyelesaian pada tingkat banding/kasasi.
Keterangan :
Berkas perkara dan slinan putusan dikirim ke PTA/MARI, yang merupakan arsip di PA ialah : Putusan asli surat-surat yang ada kaitan dengan perkara tetapi bukan merupakan surat pemeriksaan perkara yang perlu dikirim ke PTA/MARI.
Berkas perkara gugatan dan permohonan yang telah diputus (putusan akhir) dalam tingkat banding atau kasasi tetapi belum dilaksanakan (belum dieksekusi).
Keterangan :
Berkas perkara yang telah kembali dari PTA/MARI dan sudah mempunyai kekuatan Hukum yang tetap (BHT), akan tetapi belum dieksekusi.

Tahap II dilimpahkan kepada Kepaniteraan Hukum
Arsip berkas perkara
Arsip
Berkas perkara gugatan dan permohonan yang sudah mempunyai kekuatan Hukum tetap dan telah dieksekusi.
Keterangan :
Apabila telah dieksekusi dapat dilanjutkan dengan penataan berikutnya, dan selanjutnya ditata menurut klasifikasi masing-masing.
Tahap III Arsip berkas perkara gugatan dan permohonan
Keterangan :
Pemisahan berkas perkara untuk dihapus.
Penyortiran berkas perkara yang mempunyai nilai sejarah.
Berkas perkara gugatan dan permohonan yang telah dipisahkan dan telah disortir.
Keterangan :
Dibentuk Panitia Penghapusan.
Arsip yang diduga mempunyai nilai sejarah ditata dalam box tersendiri.